DPR Pertanyakan Pola Penyelidikan Kasus Peredaran Narkoba di Kepri

17-04-2017 / KOMISI III

Anggota Komisi III DPR RI Dwi Ria Latifa mempertanyakan pola pengawasan, pola penyelidikan dan penyidikan sampai di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) mengenai peredaran narkoba dan pengawasan orang asing di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

 

Pasalnya berdasarkan data Kementerian Hukum dan HAM RI  bahwa lapas sudah over kapasitas, bahkan dalam dua bulan terakhir naik sekitar 20 ribu lebih. Dan over kapasitas dalam setiap lapas ini adalah karena kasus narkoba.

 

"Oleh karena itu dalam pertemuan ini kami ingin mendapatkan informasi mengenai pola pengawasan, pola penyelidikan dan penyidikan sampai didalam lapas itu sendiri khusus mengenai peredaran narkoba dan pengawasan orang asing di Kepulauan Riau," tanya Dwi Ria Latifa saat pertemuan Tim Komisi III dengan Kapolda, Kepala BNN dan Kakanwil Kumham Provinsi Riau di Kantor Polda Kepri, Batam, Kamis (13/4/2017)

 

"Jàdi, apakah memang pola rehabilitasi, pola penghukuman pada para pemakai yang mungkin sifatnya lebih bisa direhabilitasi apakah di sini diterapkan dan apakah penerapan itu kemudian berdampak positif kemudian lapas menjàdi tidak over kapasitas," tambah anggota dewan dari dapil Kepri ini.

 

Dalam pertemuan tim Komisi III yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III Desmond J. Mahesa tersebut, ia mengharapkan ketiga institusi ini, yaitu Kepolisian, BNN dan Kementerian Hukum dan HAM untuk saling bersinergi dan pola pengawasan yang dilakukan tidak bersifat normatif.

 

"Karena ini memang satu sinergi bagian dari institusi yang menangani peredaran narkoba bahkan penanganan kasus-kasus kejahatan yang melibatkan mereka yang melakukan tindak pidana sampe masuk penanganan di dalam lapas," papar politisi PDI Perjuangan ini.

 

Lebih lanjut, ia menginformasikan bahwa pembentukan lapas rehabilitasi bagi kasus narkoba sedang dikaji. "Kalau rehabilitasi didalam lapas, informasi dari Pak Budi Wasesa (Kepala BNN) itu bukan rehabilitasi," imbuhnya.

 

Yang terjadi didalam lapas itu justru lebih mendalam, lanjut Dwi Ria Latifa. "Yang tadinya tidak terkontaminasi jadi terkontaminasi karena saking padatnya kapasitas lapas," tandasnya.

 

Bayangkan, katanya, dalam satu kamar yang harusnya dihuni sekitar 5 orang diisi oleh puluhan orang, bahkan tidurpun harus berdiri.

 

Menurutnya, over kapasitas itu juga membuat peredaran didalam lapas cukup tinggi. Karena para bandarnya bisa dengan leluasa menggunakan Handphone untuk menawarkan dengan berbagai modus memasarkan narkoba ke dalam lapas.

 

"Ini yang menurut saya harus menjadi perhatian serius didalam sistem penanganan secara komprehensif dan sistem bagaimana pola penyelesaian kasus-kasus ini ditahap penyelidikan sampai tahap penyidikan sehingga keputusan yang dibuat hakim itu apakah ini direhab, apakah ini masuk dalam lapas yang malah menjadi boomerang yang menjadikan  semakin banyak pecandu narkoba," tandasnya. (sc)/foto:suci/iw.

BERITA TERKAIT
Soedeson Tandra: Integritas dan Pemahaman Konstitusi Kunci Seleksi Hakim MK
20-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta — Komisi III DPR RI menegaskan bahwa kualitas utama yang dicari dalam uji kelayakan dan kepatutan (fit and...
DPR Respons Permohonan Uji Materiil UU tentang Pendidikan Tinggi
20-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Tim Kuasa Hukum DPR RI sekaligus Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta, mengatakan putusan Mahkamah...
Legislator Berharap Hakim MK Mampu Menjaga Konstitusi
20-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta — Komisi III DPR RI pada hari ini menggelar fit and proper test terhadap calon Hakim Mahkamah Konstitusi...
DPR Gelar Fit and Proper Test Calon Hakim Konstitusi Inosentius Samsul
20-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi III DPR RI melaksanakan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap calon Hakim Mahkamah...