DPR Respons Permohonan Uji Materiil UU tentang Pendidikan Tinggi

Tim Kuasa Hukum DPR RI, I Wayan Sudirta, saat pengujian materi UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, di Ruang Badan Keahlian, Rabu (20/8/2025). Foto: Munchen/vel
PARLEMENTARIA, Jakarta - Tim Kuasa Hukum DPR RI sekaligus Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta, mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pendidikan dasar diberikan gratis, termasuk di sekolah swasta bersifat final dan mengikat. Ia mengatakan, putusan itu akan masuk ke dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang saat ini sedang dalam proses pembahasan di Komisi X DPR RI.
“Keputusan ini memang sudah dimasukan ke dalam RUU Sisdiknas yang sedang dibahas, kami juga terbuka kepada masyarakat untuk berpartisipasi langsung dalam pembahasan RUU Sisdiknas,” ungkap Politisi PDI-Perjuangan ini saat pengujian materi UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, di Ruang Badan Keahlian, Gedung Setjen DPR, Rabu (20/8/2025).
Diketahui, MK mengabulkan sebagian gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. MK memerintahkan pemerintah menggratiskan pendidikan wajib belajar sembilan tahun untuk masyarakat di sekolah swasta.
Dalam putusannya, MK menegaskan pemerintah dan pemerintah daerah (Pemda) harus menjamin terwujudnya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar secara gratis. Hal itu berlaku untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Ia mengatakan pelaksanaan kebijakan ini perlu diatur dengan baik, khususnya terkait kesiapan anggaran dan ketentuan teknis sehingga perlu ada aturan turunan untuk menjalankan putusan MK. “Bagi masyarakat yang ingin mengirimkan masukannya silahkan langsug kirimkan kepada Komisi terkait, intinya kami terbuka dan siap berdiskusi,” tuturnya.
Lebih lanjut terkait adanya dua lembaga, yakni BAN PT dan LAM, yang memiliki tugas serupa namun berbeda dalam cakupan objeknya, terdapat risiko perbedaan standar, metode, dan hasil penilaian yang dapat membingungkan perguruan tinggi dan program studi yang diakreditasi sehingga melemahkan efektivitas sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi. Keberadaan lembaga akreditasi mandiri juga dapat menambah beban administratif dan biaya bagi perguruan tinggi serta program studi.
“Bahwa ikhtiar untuk mencerdaskan kehidupan bangsa pada dasarnya dilakukan dengan cara terencana dan terpadu dalam berbagai aspek kehidupan agar dapat membangun dan mengembangkan peri-kehidupan bangsa Indonesia yang tumbuh dan berkembang sebagai bangsa yang maju dan beradab,” ungkapnya. (tn/aha)