BI dan Pemerintah Harus Tindak Usaha Ilegal Milik WNA dan Penggunaan Kripto di Bali

06-08-2024 / KOMISI XI
Anggota Komisi XI DPR RI, Eriko Sotarduga saat Rapat Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI ke Kabupaten Badung, Bali, Senin (5/8/2024). Foto : Uca/Andri

PARLEMENTARIA, Badung - Kembalinya gairah pariwisata di Bali pasca Pandemi Covid-19 membawa banyak dampak. Tak hanya dari sisi positif seperti pembangunan dan peningkatan ekonomi, tetapi ada juga efek samping yang berpotensi mengganggu keberlangsungan ekonomi di pulau tersebut.

 

Anggota Komisi XI DPR RI, Eriko Sotarduga memberikan perhatian khusus pada usaha milik Warga Negara Asing. Usaha ilegal yang umumnya bergerak di bidang jasa tersebut disinyalir mulai bermunculan sebagai dampak kembali masifnya kegiatan wisata di Bali.

 

“Hanya memang kita harus jujur ada efek sampingnya dari ini (kembalinya berjayanya pariwisata di Bali). Ada turis asing memanfaatkan ini untuk membuat perekonomian baru bagi mereka, padahal itu kan sebenarnya tidak boleh,” tutur Eriko kepada Parlementaria menghadiri Rapat Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI ke Kabupaten Badung, Bali, Senin (5/8/2024).

 

Dilansir dari berbagai sumber, masyarakat bali mulai banyak mengeluhkan bermunculannya usaha rental motor yang dijalankan secara ilegal oleh wisatawan asing yang masuk Indonesia dengan visa kunjungan. Politisi PDI-Perjuangan ini lantas menekankan bahwa seharusnya sektor-sektor usaha tersebut merupakan “lahan” pencaharian bagi warga lokal.

 

Selain itu, anggota Badan Anggaran DPR RI ini juga menyoroti indikasi penggunaan mata uang virtual atau kripto dalam bisnis yang dijalankan secara ilegal oleh para turis asing. Untuk itu, Eriko mendorong Bank Indonesia untuk menggandeng pemerintah daerah untuk melakukan aksi penanggulangan pada masalah-masalah tersebut.

 

“Nah ini yang kami sampaikan tadi kepada Bank Indonesia, agar sangat berhati-hati karena kripto bukan berarti tidak boleh tetapi di aturan di negara tidak boleh menjadi alat pembayaran sama seperti masa uang asing juga. Ini yang harus dilihat dan diamati dan juga harus ada aksi bersama pemerintah daerah. Tadi kami memberikan masukan itu,” tuturnya.

 

Merujuk pada UU nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang, alat pembayaran yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan republik Indonesia adalah mata uang rupiah. Sedangkan kripto sendiri ditetapkan sebagai Komoditi yang dapat dijadikan Subjek Kontrak Berjangka yang diperdagangkan di Bursa Berjangka, sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99 Tahun 2018.

 

Menutup pernyataannya, Eriko mengingatkan bahwa jangan sampai perputaran perekonomian yang ada di Bali tidak bisa dinikmati oleh warga Bali atau secara umum warga negara Indonesia lantaran justru terserap oleh usaha ilegal milik WNA. Ia pun kembali meminta Bank Indonesia segera berkolaborasi dengan pemerintah setempat untuk secepatnya melakukan aksi langsung ke lapangan. (uc/rdn)

BERITA TERKAIT
Ekonomi Global Tak Menentu, Muhidin Optimistis Indonesia Kuat
15-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi global yang utamanya dipicu konflik di berbagai belahan dunia,...
BI Harus Gencar Sosialisasi Payment ID Demi Hindari Misinformasi Publik
14-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Balikpapan — Peluncuran Payment ID sebagai identitas tunggal transaksi digital terus disorot. Meskipun batal diluncurkan pada 17 Agustus 2025...
Komisi XI Minta BI Lakukan Sosialisasi Masif Penggunaan ID Payment
14-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Batam-Komisi XI DPR RI menyoroti isu Payment ID yang belakangan menuai polemik di tengah masyarakat. Polemik tersebut terjadi lantaran...
PPATK Jangan Asal Blokir Rekening Masyarakat
13-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Pemblokiran puluhan juta rekening oleh Pusat Pelaporan Analisis Transaksi dan Keuangan (PPATK) menimbulkan polemik. Diberitakan di berbagai...