Perlu Konsistensi Kebijakan Agar MP3EI Tidak Menjadi Kertas Kosong
Anggota Komisi XI DPR RI, Kemal Azis Stamboel menilai agar Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) tidak sekedar menjadi kertas kosong maka perlu konsistensi dalam menyelesaikan berbagai faktor penyumbat (debottlenecking) yang telah di identifikasi pemerintah.
“Tinggal butuh ketegasan dalam menyelesaikan lima penyakit yang sudah disampaikan presiden. Dan semua masalah itu pangkalnya berada dalam jangkauan keputusan dan kebijakan yang bisa diambil oleh pemerintah”, jelasnya.
“Semua telah diidentifikasi. Tinggal kesungguhan mengambil keputusan dan menjaga kebijakan ini dalam jangka panjang. Untuk itu harus konsisten dan presisten disini, kalau tidak, maka akan berpotensi macet lagi. Dan tidak cukup hanya diluncurkan dan dimulai pembangunannya saja. Kelanjutan prosesnya harus dikawal terus”, tandasnya.
Dia mengharapkan program MP3EI benar-benar berjalan. Kalau program ini benar bisa berjalan, koridor ekonomi ini akan menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi kita. Akselerasi pembangunan juga akan semakin cepat. Semua infrastruktur ini sebenarnya sudah kebutuhan mendesak untuk meningkatkan pembangunan kita. Dampak ekonominya akan sangat besar kalau ini berhasil. Maka pemerintah harus benar-benar serius untuk membongkar berbagai hambatan penyumbatnya. Negara dan pemerintah jangan kalah dengan berbagai faktor penghambat”, jelasnya.
Anggota DPR dari FPKS ini menegaskan agar proyek besar ini tidak macet ditengah jalan, seperti beberapa rencana sebelumnya, pemerintah perlu konsentrasi untuk mengeksekusi realisasi pendanaan, penyediaan lahan dan koordinasi antar lembaga atau institusi. “Hambatan, ego dan kemalasan birokrasi harus dipangkas,"jelasnya.
Sebagaimana diketahui, Presiden SBY menyampaikan bahwa MP3EI bukan kertas kosong, mengingat setelah peluncurannya pada Jumat (27/5), akan dimulai pelaksanaan pembangunan 17 proyek di enam koridor. Presiden juga telah menyampaikan lima penyakit yang menghambat investasi dan pembangunan yaitu kelambanan dalam pelayanan birokrasi dan penyimpangan dalam rencana induk, egoisme dan kebijakan daerah yang menghambat, serta investor tidak bonafid yang tidak mampu merealisasikan komitmen investasinya, serta ketidakpedulian dalam penyiapkan regulasi yang pro MP3EI dan kepentingan politik tersembunyi yang mengalahkan kepentingan program yang telah disepakati. (si)