Sumbang Penggangguran, Perlu ‘Link And Match’ Industri dan SMK

10-12-2019 / KOMISI X
Anggota Komisi X DPR RI Putra Nababan. Foto : Anne/mr

 

Anggota Komisi X DPR RI Putra Nababan menilai perlu link anda match antara dunia industri dan pendidikan vokasi. Hal tersebut diutarakannya menanggapi fakta bahwa lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi salah satu penyumbang terbesar pengangguran hingga per Agustus 2019.

 

“Salah satu kendala yang terjadi di Jawa Barat terkait dengan positioning-nya sebagai kota industri, tetapi juga banyak sekali pengangguran yang ada di sini adalah masalah link and match, dimana supply dari sekolah dan kebutuhan industri ini tidak ketemu,” ujar Putra usai mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR RI ke Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (9/12/2019). 

 

Kunjungan tersebut untuk mendapatkan informasi terkait data faktual bidang pendidikan serta peran daerah untuk menmfasilitasi lulusan pendidikan vokasi. Turut hadir Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat, Kepala Bappeda Kabupaten Bekasi, Pelaku Dunia Usaha, dan instansi terkait lainnya. 

 

Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sumbangsih terbesar dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) hingga Agustus 2019 masih dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang mencapai 10,42 persen.

 

Ia menuturkan, tidak adanya link and match antara kebutuhan industri dan pendidikan vokasi ini menjadi keluhan yang mengemuka dalam pertemuan tersebut. Menurutnya, dunia industri berkembang begitu pesat, karenanya sekolah-sekolah vokasi diharapkan mampu mempersiapkan anak didik sesuai kebutuhan pasar.

 

“Keinginan-keinginan dari konsumen yang cepat ini harus diikuti oleh industri, sementara sekolah juga harus mengikuti kebutuhan itu. Begitu ketinggalan jauh, maka lapangan pekerjaan yang tersedia itu tidak ada yang mengisi. Nah, ini menjadi tantangan saat ini,” paparnya.

 

Politisi F-PDI Perjuangan ini menambahkan, penyesuaian kurikulum memang sangat dibutuhkan dunia pendidikan untuk menjawab tantangan saat ini. Semangatnya bukan hanya penyederhanaan, tetapi bagaimana menyiapkan kurikulum yang menjawab kebutuhan pendidikan ke depannya. “Penyesuaian kurikulum diciptakan sesuai dengan kebutuhan industri, karena industri tidak akan menunggu,” katanya.

 

Di sisi lain, lanjutnya, attitude atau pendidikan karakter juga menjadi hal yang disoroti pihak industri. Pembangunan karakter dan jati diri bangsa harus menjadi tujuan utama dalam menata pendidikan nasional. Pihak industri menilai, menipisnya tata krama, etika, dan kreatifitas anak bangsa menjadi fenomena yang perlu mendapat perhatian serius.

 

Kok ada pihak industri yang justru mengingatkan kita anak-anak ini harus diajarkan dua hal, hormat kepada orang tua dan cinta Pancasila. Yang bahas itu bukan siswanya, bukan sekolahnya, tetapi pihak industrinya,” imbuh legislator dapil DKI Jakarta I itu. (ann/sf)

BERITA TERKAIT
Optimalkan Unit Layanan Disabilitas di Bidang Pendidikan
22-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian menegaskan pentingnya optimalisasi fungsi Unit Layanan Disabilitas (ULD) untuk mewujudkan...
Fikri Faqih Dorong Pendidikan Agama Jadi Pilar Integral dalam Revisi UU Sisdiknas
21-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menegaskan pentingnya pendidikan agama sebagai bagian tak terpisahkan dalam...
Revisi UU Hak Cipta Rampung, Royalti Musik Lebih Transparan
21-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI Once Mekel menekankan pentingnya tindak lanjut nyata dari DPR dan pemerintah untuk...
Furtasan: Perlu Redesain Sekolah Rakyat agar Lebih Tepat Sasaran
20-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi X DPR RI menyoroti pelaksanaan program Sekolah Rakyat yang menjadi salah satu prioritas Presiden Prabowo...