Ekonomi Kreatif Segera Dilindungi RUU Ekonomi Kreatif
Tim Komisi X berfoto bersama usai melakukan pertemuan dengan Gubernur Bali I Wayan Koster usai Kunspek Ke Provinsi Bali.Foto :Azka/Rni
Ekonoi kreatif segera mendapat perlindungan dari RUU Ekonomi Kreatif yang sedang dirumuskan oleh Komisi X DPR RI. Penegasan ini disampaikan oleh Ketua Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X Abdul Fikri Faqih di Bali. Yang juga akan dilindungi RUU ini adalah SDM pelaku ekonomi kreatif, pembiayaan, dan hak kekayaan intelektual.
Wakil Ketua Komisi X ini juga mengatakan bahwa banyak masukan yang disampaikan para akademisi di Bali, terutama dari Universitas Udayana (UNUD) dan Institut Seni Indonesia (ISI). Masukan juga disampaikan dari para pelaku ekonomi kreatif dan dinas-dinas. Ekonomi kreatif di Bali tersebar di beberapa tempat, seperti Dinas Perindustrian, Dinas Perdagangan, dan Dinas Pariwisata. Diusulkan agar semua disatukan dalam satu wadah.
“Nah, ini masukkan. Kalau diformalkan dalam rancangan undang-undang, bagaimana nanti kelembagaannya. Masalah ekonomi kreatif ini dilakukan oleh satu kementerian tersendiri. Ini juga bersinggungan dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Kita sinkronkan RUU ekonomi kreatif ini dengan undang-undang tersebut,” ungkap politisi F-PKS usai pertemuan dengan Gubernur Bali I Wayan Koster, Kamis (4/10/2018).
Pertemuan ini juga dihadiri Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha, beberapa Universitas di Bali, LSM, dan dinas terkait di Kantor Gubernur Bali. Fikri menuturkan bahwa ada beberapa hal yang bisa direkomendasi dan tidak. Tetapi sebagian besar menyoroti tentang kelembagaan. Menyinggung hak intelektual, kendalanya soal kesadaran masyarakat yang belum sepenuhnya ada. Biasanya menciptakan karya seni hanya untuk seni, bukan untuk bisnis yang bermotif ekonomi.
Fikri menambahkan bahwa di Bali ada badan film bernama BAFIDA (Badan Film Daerah). Ini juga harus disesuaikan dengan hak kekayaan intelektual. Pemerintah harus mengadvokasi dan melindungi para pelaku ekonomi kreatif. “Pemerintah sekarang baru sadar bahwa persentase pendidikan vokasi harus naik. Kalau dulu 70 persen akademik, 30 persen advokasi. Sekarang 70 persen advokasi dan 30 persen akademik,” jelasnya.
Ditambahkannya, pembentukan SDM dan pembinaan SDM ekonomi kreatif juga jadi perhatian. Revitalisasi pendidikan dan advokasi juga harus diwujudkan. Fikri mengatakan mainset ekonomi kreatif itu masih di hilir. Harusnya mainsetnya ke hulu, “Dalam RUU Ekonomi Kreatif sudah dimasukan bagaimana mengubah mainset. Saya kira eksekutif maupun legislatif harus mengubah mindset tadi,” tutupnya. (az/mh)