Pembahasan Politik Hukum RKUHP Sudah Selesai
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani (paling kanan) saat memberi sambutan dalam Diskusi Publik yang membincang RKUHP, di Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Rabu (04/7/2018) foto:doeh|DN
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sudah merampungkan pembahasan politik hukumnya. Sementara rumusan pasal-pasalnya akan diserahkan sepenuhnya kepada tim ahli. Ada 786 pasal dalam dua buku yang sudah diselesaikan pembahasannya selama tiga tahun.
Demikian diungkap Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani saat memberi sambutan dalam Diskusi Publik yang membincang RKUHP, di Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Rabu (04/7/2018). Contoh politik hukum dalam pembahsan RKUHP, jelas Arsul, adalah isu pasal penghinaan presiden yang oleh MK sebetulnya sudah dibatalkan. Pihaknya mengakui, bila pasal itu dimasukkan ke dalam RKUHP akan menabrak putusan MK.
“Tetapi kami juga memahami kalau pasal itu tidak ada sama sekali dalam RKUHP, padahal pasal menghina presiden negara lain itu ada, pasal menghina orang mati saja ada, kok pasal menghina presidennya sendiri tidak ada. Akhirnya, F-PPP mengusulkan, pasal ini tidak dijadikan sebagai tindak pidana biasa, tapi jadi delik aduan. Lalu, kalau itu delik aduan, kan, sudah ada pasal penghinaan orang per orang. Tentu perumusannya berbeda,” papar Arsul, lebih detail.
Ia melanjutkan, hukuman pasal menghina orang per orang dengan presiden tentu berbeda. “Menghina Arsul Sani dan Jokowi pasti berbeda pasal dan hukumannya. Itulah contoh putusan politik. Soal rumusannya diserahkan ke tim ahli,” ujarnya menambahkan. Dalam draf RKUHP yang diusulkan pemerintah ke DPR, pasal penghinaan presiden itu ada. Dan RKUHP ini memang diinisiasi pemerintah.
Sebagai legislator atau pembuat undang-undang, tentu berbagai perspektif yang disampaikan ke DPR, khususnya Panja RKUHP, akan dipilah kembali untuk kemudian diambil satu perspektif yang diyakini paling argumentatif. Lebih lanjut Sekjen PPP ini mengutarakan, sebuah RUU yang sudah selesai dibahas, bahkan sudah disahkan di Rapat Paripurna saja masih bisa berubah. Tentu perubahannya terbatas tidak semua dirubah, tergantung pasal yang digugat ke MK. (mh/sc)