Parlemen Jerman Pelajari KUHP

Anggota Komisi III DPR Asrul sani didampingi Taufiqulhadi berdialog dengan Parlemen Jerman seusai pertemuan, foto : doeh/hr
Komisi III DPR RI menerima kunjungan Anggota Parlemen Jerman Gyde Jensen. Kedatangan Jensen untuk mempelajari lebih jauh tentang konsep dan rumusan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang kini sedang dibahas. Perspektif HAM jadi isu menarik dialog Jensen dengan para Anggota Komisi III DPR RI.
Hukuman mati yang masih diterapkan dalam rancangan KUHP, sempat menjadi isu penting yang ditentang masyarakat Uni Eropa. Dan kehadiran Jensen kali ini ingin mendengar sepenuhnya penjelasan Komisi III atas isu-isu penting dalam rancangan KUHP. Anggota parlemen perempuan termuda ini, mengaku tak ingin bermaksud mendikte, tapi ingin mendengar langsung dari para legislator yang sedang merumuskan rancangan KUHP tersebut.
Pertemuan yang dipimpin Anggota Komisi III DPR RI Asrul Sani, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (27/3/2018) itu, berlangsung hangat. Tukar menukar informasi hukum yang diberlakukan di kedua negara menghiasi pertemuan.
“Indonesia adalah mitra penting Jerman. Dan saya datang ke DPR ini, ingin mengetahui revisi KUHP yang sedang berlangsung, terutama yang mengatur tentang hukuman mati dan larangan LGBT di Indonesia,” ucap Jensen, yang juga anggota Freie Demokratische Partei (FDP) itu.
Dijelaskan Arsul, hukuman mati masih diberlakukan dalam KUHP yang sedang dibahas ini. Hanya saja, hakim di pengadilan bisa menjadikannya sebagai hukuman alternatif. Para terdakwa yang sudah divonis mati, hukumannya bisa berubah bila ada grasi dari presiden. Atau selama menunggu ekseskusi mati di penjara, terpidana mati bisa diubah hukumannya menjadi penjara seumur hidup atau 20 tahun bila menunjukkan prilaku baik dan tak melakukan pidana yang sama.
Jensen yang mendengarkan langsung penjelasan seputar rancangan KUHP ini terlihat senang bisa bertukar pikiran dan informasi langsung. Ia juga banyak bertanya soal larangan LGBT dalam KUHP. Kembali dijelaskan Arsul, selama tidak dilakukan di area publik, hukum tak dapat menjangkaunya. Tapi, bila perilaku LGBT dilakukan di area publik, hukum pun diberlakukan. Begitulah rancangan KUHP Indonesia menerapkan hukuman bagi perilaku seks menyimpang itu.
“Cita-cita Indonesia untuk memiliki KUHP sendiri sudah lebih dari 30 tahun. KUHP yang ada sekarang merupakan warisan pemerintah kolonial Belanda yang sudah berusia 150 tahun. KUHP ini di Belanda sendiri sudah sering direvisi. Pembahasan rancangan KUHP sudah dimulai ketika Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono berkuasa. Tapi tidak selesai. Dan kini di era Presiden Joko Widodo kembali dimulai pembahasannya. Agustus tahun ini, rencananya rancangan KUHP sudah rampung dibahas,” papar politisi PPP itu kepada Jensen. (mh/sf)