Undang-Undang Ormas Mengatur Kemerdekaan Berserikat
Anggota Komisi III DPR, Arteria Dahlan. Foto: Arief/jk
Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan membacakan Keterangan DPR dalam sidang lanjutan gugatan UU Ormas di Mahkamah Konstitusi ( MK). Dia menerangkan bahwa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2/2017 tentang Organisasi Masyarakat (UU Ormas) justru bertujuan untuk memberikan aturan pada kemerdekaan berserikat.
"Tujuannya adalah untuk melakukan pengaturan lebih lanjut terkait dengan kemerdekaan berserikat dan berkumpul, selain mengeluarkan pikiran yang dilindungi Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," jelas Arteria dalam keterangannya kepada awak media, di Jakarta, Selasa (06/3/2018).
Menurut Arteria, pendapat para pemohon gugatan UU Ormas terlalu berlebihan, justru dalam Undang-Undang Ormas, pemerintah tidak bisa sewenang-wenang membubarkan ormas. "UU Ormas justru telah memberikan ketentuan yang membatasi pemerintah agar tidak berbuat sewenang-wennag memberikan sanksi terhadap ormas," ungkapnya.
Dalam Keterangan DPR yang dibacakan Arteria, pemerintah memang memiliki kewenangan untuk mencabut status badan hukum atau surat ketentuan terdaftar suatu ormas. Hal itu sebagaimana tercantum di dalam UU Ormas.
Namun, pemerintah tidak bisa begitu saja mencabut status badan hukum ormas. Ada prosedur lain yang harus dilalui sebelum sampai kepada pemberian sanksi berupa pencabutan status Ormas.
Peraturan ini tercantum di dalam pasal 60 ayat 1 UU Ormas yang menyatakan bahwa Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 21, Pasal 51, Pasal 59 ayat 1 dan 2, dijatuhi sanksi administratif. Sanksi administratif yang pertama yakni peringatan tertulis. Bila Ormas tidak melakukan perbaikan maka sanksi administratif kedua akan diberikan yakni penghentian kegiatan.
Namun, bila Ormas tetap membandel dan tidak melakukan perbaikan, maka pemerintah bisa memberikan sanksi ketiga yakni mencabut status badan hukum atau surat ketentuan terdaftar. Dengan adanya tahapan sanksi tersebut, DPR menilai UU Ormas justru memberikan batasan kepada pemerintah untuk tidak sewenang-wenang menjatuhkan sanksi pencabutan status ormas.
Seperti diketahui, beberapa kelompok masyarakat melayangkan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2/2017 tentang Organisasi Masyarakat (UU Ormas) ke MK pada akhir 2017 lalu.
Para pemohon yang menggugat UU Ormas terdiri dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Forum Silaturahim Pengajian Indonesia, Perkumpulan Pemuda Muslimin Indonesia, Perkumpulan Hidayahtullah dan Munarman.
Beberapa pasal yang digugat dalam UU Ormas yakni Pasal 1 angka 6 sampai dengan 21, kemudian Pasal 62 ayat (3), Pasal 80A, Pasal 82A ayat (1) dan ayat (2). Pasal-pasal tersebut dinilai bertentangan dengan UUD 1945 seperti yang dianggap oleh para pemohon.
Hal ini terutama terkait dengan kebebasan berserikat, berkumpul, serta hak konstitusional untuk menyampaikan pikiran dengan lisan dan tulisan. Selain itu, pemohon juga merasa UU Ormas melanggar hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, serta kepastian hukum Ormas. (eko/sc)