Kasus Pencari Suaka Politik Harus Diselesaikan di Taraf Internasional
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Benny Kabur Harman menilai, kasus Warga Negara Asing (WNA) yang menjadi pengungsi sebagai Political Asilum Secret atau Pencari Suaka Politik di Rumah Detensi Imigrasi Pontianak, Kalimantan Barat tidak hanya menjadi masalah bagi Indonesia melainkan masalah internasional. Oleh karenanya harus ada penyelesaian yang sifatnya diplomatik di level internasional.
Hal tersebut diungkapkan saat Tim Kunjungan Kerja Komisi III DPR RI meninjau Rumah Detensi Imigrasi Pontianak, Kalimantan Barat dan melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala Kanwil Hukum dan Ham Provinsi Kalbar Rochadi Iwan Santoso beserta Jajarannya, Senin (30/10/2017).
Selama menjadi penghuni Rumah Detensi, para WNA tersebut dibiayai dan diurus oleh UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees). Salah satu yang menyebabkan mereka menjadi para pencari suaka politik adalah karena kehabisan uang dan menyerahkan diri ke pihak Rumah Detensi, atau adanya masalah di negara asalnya.
Menindaklanjuti adanya UNHCR yang mengurus para WNA tersebut, Benny mengungkapkan, jangan hanya karena UNHCR melakukan tugasnya di aspek kemanusiaan, justru membuat para WNA nyaman dan tidak ingin pulang ke negara asalnya.
"Ya UNHCR itu kan aspek kemanusiaan, tentu membantu aspek sisi kemanusiaan dan tentu sangat kita dukung tetapi jangan juga karena alasan itu kemudian mereka berlama-lama di sini. Maka tadi saya katakan harus ada solusi yang konkret untuk menyelesaikan masalah ini yang berhubungan dengan pemulangan mereka ke negara asalnya," papar Benny.
Senada dengan Benny, Anggota Komisi III DPR RI daerah pemilihan Kalimantan Barat Erma Suryani Ranik memaparkan, Rumah Detensi Imigrasi di Pontianak, Kalimantan Barat menampung sekitar 150 pengungsi dari Afghanistan, sebagian besar mereka dari Etnis Hazara. Etnis Hazara merupakan Etnis Minoritas di Afghanistan, mereka beragama islam tetapi alirannya berbeda yaitu beraliran Islam Syiah, sehingga mereka mengalami masalah di Afghanistan. Para WNA yang tinggal di Rumah Detensi rata-rata sudah 3 tahunan.
"Masalahnya adalah mereka ini mencari suaka Politik atau Asilum ke beberapa negara khususnya negara Australia. Cuma kan sampai sekarang proses di Australia mereka enggak mau menerima dengan mudah para pencari suaka ini, sehingga kemudian para pengungsi dari Afghanistan ini diurus oleh UNHCR," kata Politisi Partai Demokrat tersebut.
Dari sisi anggaran, para WNA yang tinggal di rumah Detensi diurus oleh lembaga PBB yang mengurus masalah Imigrasi atau IOM (International Organization Migration). Pemerintah Indonesia hanya menyediakan Rumah Detensi. Yang menjadi masalah kata Erma, adalah ketika para suaka politik tersebut diasemiliasi ke masyarakat.
"Komisi III berkepentingan untuk menjenguk ke situ karena kami tidak mau ada pengungsi-pengungsi para pencari suaka yang kemudian sampai bebas berkeliaran keluar. kita takut mereka melakukan pelanggaran hukum. Jaman sekarang kan banyak peredaran gelap narkoba, kita sama-sama tahu jalur narkoba dari arah Afghanistan sangat tinggi. Kita juga tahu di sana juga orang menanam kopi atau semacam bahan baku heroin itu sangat mudah dan memang di sana tingkat orang untuk mendapatkan narkoba terlalu tinggi. Saya tadi secara khusus mengingatkan mereka bahwa mereka meminta supaya diasimilasi ke penduduk lokal. Kita tidak mau, karena kalau misalnya mereka berbaur dengan masyarakat kita takut terjadi akan lebih banyak terjadi hal-hal yang jauh lebih banyak mudhoratnya dibanding manfaatnya," paparnya mantap.
Dalam Kunjungan tersebut Selain Erma Suryani Ranik dari Fraksi Demokrat, Benny didampingi Anggota Komisi III DPR RI antara lain Agun Gunandjar Sudarsa, Ahmad Zacky Siradj (F-PG), Arteria Dahlan, Ichsan Soelistio (F-PDIP), Akbar Faisal, dan Ali Umri (F-Nasdem). (ndy/sc)/iw.