DPR Desak Pemerintah Terbitkan PP Hak Cipta
DPR mendesak Pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah, sebagai tindak lanjut dari disahkannya Undang-undang No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Akibatnya, UU yang telah disahkan pada November 2014 lalu ini belum dapat diimplementasikan secara maksimal, akibat belum adanya PP untuk menunjangnya, walaupun sudah ada Peraturan Menterinya.
Demikian dikatakan Anggota Komisi X Dadang Rusdiana di sela-sela RDPU antara Komisi X dengan Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), Asosiasi Penerbit Musik Indonesia (APMINDO), Wahana Musik Indonesia (WMI), Royalti Anugerah Indonesia (RAI), dan Asosiasi Penyalur dan Pengusaha Rekaman Indonesia (APPRI).
“Pemerintah terlambat untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintahnya, padahal UU sudah disahkan, dan Peraturan Menterinya sudah keluar. Hal ini membuat UU No 28/2014 tentang Hak Cipta ini menjadi tidak implementatif. Pembajakan masih marak dimana-mana,” tegas Dadang di ruang rapat Komisi X, Gedung Nusantara I, Senin (2/02/15).
Politisi F-Hanura ini juga meminta PP itu dapat mengatur dengan tegas fungsi yang Lembaga Managemen Kolektif Nasional (LMKN). Padahal, LMKN ini memiliki tugas yang cukup berat, namun belum diperkuat oleh PP. Lembaga ini berfungsi mengkoordinasi dan mengawasi pengumpulan royalti oleh lembaga manajemen kolektif di bawahnya.
“LMKN harus kita beri kewenangan besar untuk mampu menindak dengan tegas. Proses pembajakan jelas merugikan negara, sementara LMKN ini fungsi dan kewenangannya belum diatur oleh PP dari UU 28/2014. Kita berharap, PP yang akan dibuat Pemerintah itu mempertegas otoritas kewenangan dari LMKN ini. Sehingga betul-betul bisa mengatasi pembajakan yang sekarang sedang marak,” tegas Dadang.
Politisi asal Dapil Jawa Barat II ini optimis, jika pembajakan ini bisa diminimalisir, maka industri musik akan menjadi industri yang menggairahkan ke depannya. Bahkan, mungkin akan menjadi salah satu sektor yang berkontribusi besar terhadap prodak dosmetik bruto.
Senada dengan Dadang, Anggota Komisi X Anang Hermansyah juga mempertanyakan langkah Pemerintah yang belum mengeluarkan PP untuk LMKN. Walaupun LMKN sudah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen), namun ia menilai belum terlalu kuat untuk menopang kewenangan LMKN.
“Bagaimana dengan PP-nya, apakah LMKN itu kuat dengan hanya Permen? Bagaimana LMKN itu menentukan sistem satu pintu besar ini mau seperti apa, dan bagaimana aturannya. Makanya, LMKN ini tugasnya memang cukup luar biasa. LMKN harus diperkuat oleh PP,” tegas Anang.
Politisi F-PAN ini menaruh harapan besar terhadap kinerja LKMN ke depannya. Ia berharap, LMKN ini akan berfungsi sebagai legislator. Dengan posisi LMKN yang hanya masih ditopang Permen, LMKN dapat menentukan harga kepada user, besaran royalti kepada pencipta lagu, dan sistem terpadunya.
“LMKN ini adalah lembaga yang cukup ditunggu. Diharapkan, LMKN akan merubah sistem industri musik Indonesia. Kalau ini dapat berjalan dengan baik, dapat banyak menyelamatkan keuangan negara dan kehidupan para pencipta musik” harap Politisi asal Dapil Jawa Timur IV ini.
LMKN dibentuk berdasarkan amanat UU Nomor 28 Tahun 2014 Dengan adanya LMKN dan UU tersebut, nantinya tempat umum atau kegiatan yang menggunakan musik, seperti kafe, tempat karaoke, dan pentas seni, harus membayar royalti yang diatur oleh lembaga ini.
Belum lama ini, 10 komisioner dilantik oleh Menkumham Yasonna Laoly, yang terdiri dari lima komisioner pencipta dan lima komisioner hak terkait. Lima komisioner pencipta adalah Rhoma Irama, James Freddy Sundah, Adi Adrian (Adi Kla Project), Imam Haryanto, dan Slamet Adriyadhie. Sementara, komisioner hak terkait adalah Raden M Samsudin Dajat Hardjakusumah (Sam Bimbo), Ebiet G Ade, Djanuar Ishak, Miranda Risang Ayu, dan Handi Santoso. (sf), foto : andri/parle/hr.