Larangan Rapat PNS di Hotel Perlu Dievaluasi
Komisi X menilai, surat edaran dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang melarang Pegawai Negeri Sipil untuk mengadakan rapat di hotel, perlu dievaluasi. Pasalnya, akibat dari larangan ini, banyak pihak yang dirugikan, terutama hotel dan restoran.
Hal ini menanggapi masukan dari segenap stakeholder bidang pariwisata, saat Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi X, dengan pembahasan utama mengenai pariwisata Indonesia. Stakeholder yang hadir diantaranya Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI), Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), dan Indonesia Congress and Convention Association (INCCA).
“Kebijakan Kemenpan RB terkait larangan PNS menggelar rapat di hotel, perlu dievaluasi. Memang secara umum, kebijakan itu baik, namun larangan itu perlu dievaluasi, agar ada satu kebijakan yang tidak merugikan sektor pariwisata,” kata Ketua Komisi X Teuku Riefky Harsya, di Gedung Nusantara I, Senin (19/01/2015).
Untuk itu, tambah Politisi asal Dapil Aceh 1 ini menambahkan, pihaknya menerima masukan tersebut, dan akan segera membahasnya dengan Kementerian Pariwisata, dalam waktu dekat.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Badan Pimpinan Pusat Perhimpunan Hotel & Restauran Indonesia (PHRI) Hariyadi menyatakan, kebijakan Pemerintah melarang PNS rapat di hotel bertentangan dengan tujuan pelayanan tugas utama hotel kepada publik, termasuk PNS.
“Artinya hotel dan restoran terbuka untuk melayani masyarakat, termasuk PNS. Dengan adanya larangan tersebut, dipastikan bisnis perhotelan akan terpuruk, dan merugikan ribuan karyawan yang bekerja di hotel. Dalam konteks ini, pengusaha hotel keberatan dengan kebijakan tersebut,” jelas Hariyadi.
Padahal, imbuhnya, hotel telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan negara. Malah, dibeberapa daerah, memberikan Pendapatan Asli Daerah sangat besar untuk daerah seperti Bali dan Jakarta.
“Oleh karena itu, kebijakan pemerintah tersebut sangat berpengaruh terhadap okupansi hotel dan secara langsung maupun tidak langsung sangat mengurangi pendapatan negara, bahkan kemungkinan ribuan karyawan hotel akan menjadi pengangguran,” imbuhnya.
Jika alasan pemborosan sebagai dasar larangan tersebut, Hariyadi menyatakan, ini tidak terlalu relevan. Menurutnya, yang terpenting adalah bagaimana komitmen moral para PNS untuk mengelola keuangan negara melalui pendekatan, perencanaan yang cermat, dapat dipertanggungjawabkan, efektif, efisien, dan berdaya guna untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
“Kesimpulannya, PHRI sangat keberatan dengan adanya kebijakan larangan PNS rapat di hotel tersebut. Oleh karena itu, seluruh hotel dan karyawan mengimbau kepada pemerintah untuk membatalkan dengan meninjau kembali kebijaksanaan yang merugikan perkembangan hotel tersebut,” harap Hariyadi. (sf), foto : naefuridjie/parle/hr.