Keterlambatan SPHP Jadi Pemicu Lonjakan Harga Beras

21-08-2025 / KOMISI IV
Anggota Komisi IV DPR RI, Riyono, saat Rapat Kerja dengan Menteri Pertanian dan Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala Badan Pangan Nasional serta Direktur Utama Perum Bulog, Senayan, kamis, (21/8/2025). Foto: Oji/vel

PARLEMENTARIA, Jakarta – Keterlambatan pelaksanaan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dinilai sebagai salah satu penyebab utama melonjaknya harga beras di masyarakat. Langkah pengendalian harga yang seharusnya dilakukan secara rutin enam kali dalam setahun, ternyata tidak berjalan tepat waktu sehingga stabilisasi pasar tidak tercapai.


Anggota Komisi IV DPR RI, Riyono, menegaskan bahwa SPHP seharusnya mampu mengendalikan harga beras. Namun, pada praktiknya beberapa kali pelaksanaan mengalami keterlambatan. Ia mencontohkan, setelah panen, pemerintah seharusnya segera menyerap hasil produksi untuk cadangan pangan, tetapi pelaksanaannya justru tertunda. Begitu pula penyaluran beras SPHP yang baru berjalan pada akhir Juli lalu, ketika harga sudah terlanjur tinggi di masyarakat.


“Dari rencana pemerintah untuk menyalurkan SPHP sebanyak enam kali, ini dilakukan pada awal tahun lalu, kemudian panen dihentikan, lalu pada akhir Juli, beras harus diserap, harus didistribusikan, meskipun distribusinya masih rendah. Jadi ketika harga di masyarakat naik dan kemudian SPHP baru saja diberikan, otomatis akan sulit untuk distabilkan karena memang tertunda,” ujar Riyono saat diwawancarai Parlementaria di sela Rapat Kerja dengan Menteri Pertanian dan Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala Badan Pangan Nasional serta Direktur Utama Perum Bulog, Senayan, kamis, (21/8/2025).


Lebih lanjut, Riyono menyoroti lemahnya penguasaan pasokan beras oleh pemerintah. Menurutnya, saat ini negara hanya menguasai sekitar 5 persen cadangan beras, sedangkan 95 persen dikuasai oleh swasta. Kondisi ini membuat pemerintah dalam mengendalikan harga menjadi sangat terbatas.


“Pangan harus dikuasai oleh negara, terutama pangan strategis, Jika beras bisa dikendalikan seperti itu, akan sangat membantu karena harga SPHP dikendalikan setiap tanggal 1 dan 15,” Politisi PKS ini.


Riyono juga menilai perlu adanya evaluasi berkala terhadap kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET). Selama ini, HET ditetapkan tahunan, sementara harga di lapangan sangat cepat berubah. Ia juga menegaskan bahwa pemerintah masih memiliki empat kali kesempatan menyalurkan beras SPHP hingga akhir tahun. Oleh karena itu, ia mendesak agar pelaksanaannya tidak lagi mengalami penundaan.


“Kalau HET tidak disesuaikan dengan kondisi harga, maka kebijakan itu tidak akan efektif. Idealnya HET dievaluasi minimal setiap tiga bulan sekali, atau maksimal enam bulan sekali, tidak ada alasan untuk menunda, apalagi soal anggaran. Uang rakyat harus selalu tersedia untuk kebutuhan rakyat. Jadi program SPHP harus segera dijalankan agar harga kembali stabil,” pungkasnya. (bit/aha)

BERITA TERKAIT
Pemerintah Perlu Dukung Modernisasi Penggilingan Beras Skala Keci
22-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI Rina Sa’adah menilai bahwa pemerintah perlu mendukungmodernisasi penggilingan berasskala kecil agar mampu...
Pemerintah Jangan Hanya Fokus pada Stok, Tetap Stabilkan Harga Beras
22-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI, Herry Dermawan, menyoroti persoalan stok dan harga beras yang hingga kini masih...
Harga Beras Masih di atas HET, Kian Mencekik Daya Beli Masyarakat
22-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi IV DPR Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto menyoroti harga beras yang masih melambung tinggi...
Keterlambatan SPHP Jadi Pemicu Lonjakan Harga Beras
21-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta – Keterlambatan pelaksanaan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dinilai sebagai salah satu penyebab utama melonjaknya harga...