Abdul Fikri Faqih Soroti Polemik ‘Sejarah Resmi’ Kemenbud dan Kisruh Sistem Penerimaan Siswa Baru

Anggota Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih. Foto : Dok/Andri
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengungkapkan bahwa pihaknya tengah melakukan pendalaman intensif terkait polemik proyek Sejarah Resmi atau “Official History” di bidang kebudayaan beserta problematika sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang kerap berubah. Pernyataan ini disampaikan melalui rilis yang disampaikan kepada Parlementaria di Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Perlu diketahui, Komisi X DPR RI, jelasnya, kini sedang berada dalam tahap pendalaman bersama seluruh mitranya, yang meliputi Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Kebudayaan (Kemenbud), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Badan Pusat Statistik (BPS).
“Kami di Komisi X sedang fokus melakukan pendalaman terhadap program-program yang berjalan di kementerian dan lembaga mitra kami,” ujar Abdul Fikri Faqih.
Mengenai proyek penulisan “Official History” yang sedang dikerjakan oleh Kementerian kebudayaan, dirinya menilai proyek ini telah menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. “Terkait isu ‘Official History’ yang sedang dikerjakan, muncul pro dan kontra yang cukup signifikan. Komisi X sedang berupaya mencari jalan keluar terbaik agar aspirasi dari berbagai pihak dapat diakomodasi secara bijaksana,” jelasnya.
Tidak henti, ia juga mendalami permasalahan di lingkup pendidikan dasar dan menengah, khususnya terkait sistem penerimaan siswa baru setiap tahunnya. Baginya, perubahan sistem penerimaan siswa baru yang tiap tahun kerap berubah hanya justru menambah kebingungan publik, yang masih beradaptasi dengan sistem pada tahun sebelumnya.
“Di Kemendikdasmen, problematika terkait sistem penerimaan murid baru ini selalu muncul. Istilah dan sistemnya sering berubah, yang akhirnya menimbulkan kebingungan di masyarakat. Saat ini sistem dikembalikan menjadi Rayonisasi yang semula Zonasi kewenangannya di daerah masing masing,” papar Fikri.
“Padahal, masyarakat masih juga belum begitu paham tentang sistem Zonasi yang disesuaikan dengan batas pemerintahan daerah, kemudian menggunakan sistem radius yang disepakati masing-masing daerah. Lantas kali ini, kembali muncul sistem Rayonisasi,” imbuhnya.
Menyadari isu ini, Politisi Fraksi PKS itu menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen akan mengawal penyelesaian kekisruhan tersebut demi memastikan sistem yang mendatang bisa berjalan adil sekaligus tidak merugikan calon peserta didik serta orang tua. (um/rdn)