Wacana Perpanjangan Jabatan DPRD Implikasi Putusan MK Harus Dibahas Komprehensif

29-06-2025 / KOMISI II
Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan, Aria Bima. Foto: dok/vel

PARLEMENTARIA, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan, Aria Bima, menanggapi serius wacana perpanjangan masa jabatan anggota DPRD sebagai konsekuensi dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan waktu pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah mulai tahun 2031 dengan jeda 2 hingga 2,5 tahun.

 

Menurut Aria Bima, putusan MK atas uji materi yang diajukan sejumlah pihak, termasuk Perludem, akan membawa implikasi ketatanegaraan yang tidak sederhana. Oleh karena itu, perlu dicermati secara mendalam agar tidak menimbulkan persoalan baru dalam sistem demokrasi dan tatanan penyelenggaraan pemilu di Indonesia.

 

“Perpanjangan masa jabatan DPRD, misalnya, bukan perkara mudah. Kita perlu duduk bersama antara DPR, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan untuk menyepakati langkah-langkah strategis guna mengantisipasi konsekuensi dari putusan MK tersebut,” ujar Aria Bima di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, akhir pekan ini.

 

Ia menilai bahwa kondisi tersebut membuka urgensi untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang baru secara lebih menyeluruh. Menurutnya, pembahasan RUU tersebut idealnya tidak cukup hanya melalui panitia kerja (panja), tetapi bisa dipertimbangkan melalui panitia khusus (pansus) lintas komisi mengingat kompleksitas persoalan yang akan timbul ke depan.

 

“Apakah nantinya kita akan menambahkan pasal peralihan atau menyisipkan norma baru dalam UU Pemilu, itu harus dipikirkan secara integral, tidak bisa sepotong-sepotong. Ini soal desain besar penyelenggaraan pemilu yang akan memengaruhi ekosistem demokrasi nasional,” tegas legislator dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah V tersebut.

 

Aria juga mengingatkan kembali pentingnya pendekatan kodifikasi atau omnibus law dalam menyusun undang-undang kepemiluan agar regulasi yang dihasilkan bersifat komprehensif. Menurutnya, langkah korektif ini penting agar produk hukum yang dihasilkan benar-benar merespons dinamika terbaru dan memperbaiki kekurangan dari sistem sebelumnya.

 

“Undang-undang pemilu ke depan harus merupakan hasil dari proses corrective action yang menyeluruh dan menjawab tantangan yang belum terakomodasi dalam undang-undang yang berlaku sekarang,” pungkasnya. (rdn)

BERITA TERKAIT
Legislator Ingatkan Pemda Tak Gunakan Kenaikan Pajak untuk Dongkrak PAD
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus menegaskan komitmennya dalam mengawasi kebijakan pemerintah daerah (pemda) yang berdampak...
Pemberhentian Kepala Daerah Ada Mekanisme yang Sudah Diatur Undang-Undang
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong menjelaskan bahwa untuk memberhentikan Kepala daerah sama dengan pengangkatannya,...
Situasi Pati Telah Kondusif, Saatnya Energi Pemda Fokus untuk Pembangunan
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Polemik yang terjadi di Pati mulai mereda, khususnya usai pembatalan kenaikan PBB dan permohonan maaf dari Bupati...
Belajar dari Kasus di Pati, Jangan Ada Jarak Kepala Daerah dan Rakyatnya
14-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menilai kasus yang terjadi di Pati, Jawa Tengah antara kepala...