Pemberhentian Kepala Daerah Ada Mekanisme yang Sudah Diatur Undang-Undang

15-08-2025 / KOMISI II
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong saat diwawancara Parlementaria di Nusantara I, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (14/8/2025). Foto: Prima/vel

PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong menjelaskan bahwa untuk memberhentikan Kepala daerah sama dengan pengangkatannya, ada mekanismenya, yang semuanya itu tercantum dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah. Termasuk dalam polemik yang ada di Kabupaten Pati, Jawa Tengah baru-baru ini.


“Kami tidak jadi masalah DPRD Pati melakukan hak angket terhadap Bupati Pati yang juga kader Gerindra. Namun yang paling penting, bahwa jika ingin memberhentikan Kepala daerah itu ada undang-undangnya, sebagaimana undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” ujar Bahtra saat ditemui Parlementaria di Nusantara I, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (14/8/2025).


Dijelaskannya, dalam UU no.23 Tahun 2014 di Pasal 78 ayat 1 bahwa Kepala daerah itu bisa diberhentikan, Pertama kalau meninggal dunia. Kedua jika dia berhalangan atau mengundurkan diri. Ketiga adalah diberhentikan. Tentang diberhentikan disini juga dijelaskan dalam pasal yang sama yakni 78 ayat 2, ada Tata caranya. Seperti masa jabatannya sudah berakhir, kedua tidak melaksanakan tugas selama 6 bulan berturut-turut dan seterusnya.


“Jadi semua itu ada mekanismenya. Kalau terbukti melakukan pelanggaran, karena negara kita adalah negara hukum yang ada aturan main dan mekanismenya, silahkan dilanjut. Tetapi kalau tidak ada pelanggaran, maka tidak boleh juga karena atas dasar emosional atau ada kepentingan politik tertentu.  Jangan sampai teman-teman yang berdemonstrasi kemarin niatnya tulus ingin mengkritisi kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat, namun justru ditunggangi oleh kepentingan pihak-pihak lain. Semoga tidak terjadi demikian,” ungkapnya.


Lebih lanjut Politisi dari Fraksi Partai Gerindra ini menambahkan jika memang hak angket sudah bergulir di DPRD Pati, maka tentu Bupati akan dimintai keterangan atau penjelasannya untuk mengklarifikasi terkait kebijakannya yang saat ini sudah dibatalkannya tersebut. Jika kemudian dinilai terjadi pelanggaran, maka


Hal itu akan diuji lagi oleh Mahkamah Agung. Namun, jika tidak ditemukan pelanggaran, maka bupati dapat terus melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai kepala daerah.


“Intinya menurut saya, semuanya tidak boleh atas dugaan semata, atau karena emosional tadi. Ada mekanisme, tata cara yang semuanya sudah diatur dalam undang-undang,” pungkasnya. (ayu/aha)

BERITA TERKAIT
Legislator Ingatkan Pemda Tak Gunakan Kenaikan Pajak untuk Dongkrak PAD
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus menegaskan komitmennya dalam mengawasi kebijakan pemerintah daerah (pemda) yang berdampak...
Pemberhentian Kepala Daerah Ada Mekanisme yang Sudah Diatur Undang-Undang
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong menjelaskan bahwa untuk memberhentikan Kepala daerah sama dengan pengangkatannya,...
Situasi Pati Telah Kondusif, Saatnya Energi Pemda Fokus untuk Pembangunan
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Polemik yang terjadi di Pati mulai mereda, khususnya usai pembatalan kenaikan PBB dan permohonan maaf dari Bupati...
Belajar dari Kasus di Pati, Jangan Ada Jarak Kepala Daerah dan Rakyatnya
14-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menilai kasus yang terjadi di Pati, Jawa Tengah antara kepala...