Tata Ulang Sistem Penerimaan Mahasiswa PTN-PTS dan Pengajaran Muatan Lokal Bali

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Himmatul Aliyah, saat rapat bersama Perwakilan Pemerintah Kemendikti Saintek dan Kepala LLDIKTI beserta jajaran Perguruan Tinggi di Denpasar, Bali, Rabu (28/05/2025). Foto: Ulfi/vel
PARLEMENTARIA, Denpasar - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Himmatul Aliyah, menyoroti berbagai permasalahan mendasar dalam tata kelola perguruan tinggi. Hal itu khususnya terkait tumpang tindih dalam sistem penerimaan mahasiswa, kurikulum, hingga penguatan muatan lokal.
Menurutnya, sudah saatnya pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan pendidikan melakukan evaluasi terhadap sistem penerimaan mahasiswa agar tidak saling menekan antar perguruan tinggi, terutama antara perguruan tinggi negeri (PTN) dan swasta (PTS).
“Tadi dibahas pentingnya pengaturan kembali mekanisme penerimaan mahasiswa agar tidak saling tumpang tindih. Banyak usulan dari kampus agar hal ini bisa ditata lebih baik untuk menjaga ekosistem pendidikan tinggi tetap sehat dan berimbang,” ujarnya yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Kunker Komisi X tersebut kepada Parlementaria usai rapat bersama Perwakilan Pemerintah Kemendikti Saintek dan Kepala LLDIKTI beserta jajaran Perguruan Tinggi di Denpasar, Bali, Rabu (28/05/2025).
Selain itu, ia juga menyoroti usulan terkait penyempurnaan kurikulum, terutama peningkatan jam pelajaran untuk muatan lokal yang dinilai penting untuk memperkuat identitas dan budaya daerah.
“Bali, misalnya, mengusulkan agar jam untuk muatan lokal ditambah. Ini penting untuk menjaga dan mengembangkan budaya daerah melalui pendidikan tinggi. Setiap provinsi punya kekayaan budaya yang bisa jadi kekuatan nasional,” tambah Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Masukan lainnya datang terkait penyaluran program-program bantuan pendidikan seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Program Indonesia Pintar (PIP). Kami menekankan pentingnya penataan ulang sistem distribusi agar lebih adil dan merata.
“Program KIP dan PIP juga perlu ditata kembali agar pemerataan dan pengaturan pembagiannya berjalan baik di seluruh perguruan tinggi,” katanya.
Mengenai berbagai temuan atau persoalan administratif, ia juga menegaskan bahwa semua sudah diatur dalam regulasi yang berlaku dan dapat diselesaikan dalam koordinasi bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
“Semua sudah ada aturannya. Jika ada temuan, bisa langsung dikonsultasikan dan diselesaikan melalui Kementerian. Tidak perlu terpencar-pencar. Kita ingin semua berjalan dalam satu kesatuan sistem pendidikan nasional yang terintegrasi,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia juga menyinggung pentingnya revisi UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang sudah berusia lebih dari dua dekade. Menurutnya, masukan dari daerah menjadi bagian penting dalam proses pembaruan tersebut.
“UU Sisdiknas dari tahun 2003 sudah 22 tahun. Tentu ada banyak hal yang harus diperbarui, termasuk masukan-masukan dari daerah seperti yang kami terima hari ini,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala LLDIKTI Wilayah VIII, I Gusti Lanang Bagus Eratodi, menyampaikan apresiasinya atas kehadiran Komisi X DPR RI dan menyatakan bahwa transformasi pendidikan tinggi sedang berlangsung secara bertahap, sejalan dengan semangat Merdeka Belajar.
“Kami memberikan apresiasi kepada Komisi X yang telah memilih LLDIKTI VIII sebagai lokasi pertemuan. Ini adalah bentuk sinergi nyata antara pusat dan daerah. Pendidikan tinggi adalah harapan masyarakat, dan kami terus beradaptasi dalam proses transformasi,” ujar Lanang Bagus.
Ia juga menekankan bahwa kebijakan terbaru seperti magang dalam Permen 63 Tahun 2025 menunjukkan arah pendidikan tinggi yang tidak hanya mengejar kuantitas, tetapi kualitas.
“Transformasi ini bertujuan agar pendidikan tinggi berdampak nyata bagi masyarakat. Kami menyebutnya DiktiSaintek Berdampak,” tegasnya.
Dengan komitmen bersama antara Komisi X, LLDIKTI, dan pemerintah daerah, diharapkan berbagai masukan strategis dari Bali dapat menjadi bahan penting dalam penyempurnaan kebijakan pendidikan nasional ke depan. (upi/rdn)