Kerja Profesional, Komisi II Minta DKPP Fokus dan Prioritaskan Tugas Utamanya

06-05-2025 / KOMISI II
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, saat rapat kerja (Raker) dan RDP (rapat dengar pendapat) Komisi II DPR RI dengan Wakil Menteri Dalam Negeri, KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI terkait evaluasi pelaksanaan PSU, di ruang rapat Komisi II DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (05/05/2025). Foto: Munchen/vel

PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, menilai kinerja Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) selama ini, termasuk dalam pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU), tidak maksimal. Hal itu karena, menurutnya, fokus dan prioritas DKPP tumpang tindih dengan berbagai aktivitas dan kepentingan.

 

"Untuk DKPP, saya melihat kan ini banyak sekali kasus-kasus yang ditangani, tolong kasus-kasus yang ditangani adalah kasus-kasus prioritas. Jangan urusan perselingkuhan yang bukan tugas utama DKPP, (tetapi) justru ini yang ditangani duluan, ketimbang menyangkut hal-hal yang substansial menyangkut soal, bagaimana proses penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada," ujar Bahtra dalam rapat kerja (Raker) dan RDP (rapat dengar pendapat) Komisi II DPR RI dengan Wakil Menteri Dalam Negeri, KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI terkait evaluasi pelaksanaan PSU, di ruang rapat Komisi II DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (05/05/2025).

 

Buktinya, lanjut Bahtra, hasil dari PSU di 19 daerah, 12 di antaranya kembali digugat di MK (Mahkamah Konstitusi). Dan yang disorot dalam gugatan tersebut adalah ketidaknetralan penyelenggara pemilu, politik uang, dan masalah serupa lainnya yang pernah terjadi sebelumnya.

 

Menurut Politisi dari Fraksi Partai Gerindra ini, sejatinya, DKPP memprioritaskan pelaksanaan PSU tersebut. Karena PSU pasca putusan MK adalah jalan terakhir pertaruhan keadilan dan penegakan hukum pilkada. Oleh karenanya, ia mendesak DKPP untuk kembali fokus pada tugas utamanya, yakni mengawasi dan menindak pelanggaran etika penyelenggara pemilu.

 

“Banyak daerah yang merasa bahwa laporannya sudah masuk lebih dulu, namun yang ditangani justru yang lain. Ada juga laporan tentang penyelenggara yang sudah berkali-kali melakukan pelanggaran yang sama, namun justru masih sanksi ringan. Sementara sebaliknya, ada yang satu kali melakukan pelanggaran langsung tapi langsung dipecat. Artinya, ada ketidakprofesionalan terhadap sanksi yang diberikan kepada penyelenggara," tegasnya.

 

Terakhir diketahui, pelaksanaan PSU pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) di mana dari 24 daerah yang menyelenggarakan PSU, 19 di antaranya sudah menggelar PSU, namun sebanyak 7 daerah kembali bersengketa PHPU (Perselisihan hasil pemilihan umum), dan 5 daerah lainnya telah menyusul melakukan register gugatan PHPU Kepala daerah da di MK. (ayu/rdn).

 

BERITA TERKAIT
Legislator Ingatkan Pemda Tak Gunakan Kenaikan Pajak untuk Dongkrak PAD
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus menegaskan komitmennya dalam mengawasi kebijakan pemerintah daerah (pemda) yang berdampak...
Pemberhentian Kepala Daerah Ada Mekanisme yang Sudah Diatur Undang-Undang
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong menjelaskan bahwa untuk memberhentikan Kepala daerah sama dengan pengangkatannya,...
Situasi Pati Telah Kondusif, Saatnya Energi Pemda Fokus untuk Pembangunan
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Polemik yang terjadi di Pati mulai mereda, khususnya usai pembatalan kenaikan PBB dan permohonan maaf dari Bupati...
Belajar dari Kasus di Pati, Jangan Ada Jarak Kepala Daerah dan Rakyatnya
14-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menilai kasus yang terjadi di Pati, Jawa Tengah antara kepala...