Edi Purwanto: Aturan Perserikatan Buruh Belum Rinci, Pekerja Migran Rentan
_bersama_Jaringa20250131164759.jpeg)
Anggota Baleg DPR RI, Edi Purwanto, saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Jaringan Buruh Migran (JBM), Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), dan Serikat Buruh Migran Indonesia, Kamis (30/1/2025). Foto: Geraldi/vel
PARLEMENTARIA, Jakarta – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Jaringan Buruh Migran (JBM), Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), dan Serikat Buruh Migran Indonesia dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Anggota Baleg DPR RI, Edi Purwanto, mengungkapkan bahwa regulasi terkait perserikatan buruh dalam UU yang berlaku saat ini belum diatur secara rinci. Akibatnya, penanganan kasus pekerja migran kerap mengalami keterlambatan.
"Dari diskusi tadi, ada banyak tuntutan terkait kepastian perlindungan bagi pekerja migran Indonesia. Mulai dari kasus pembunuhan, gaji yang tidak dibayar, penganiayaan, hingga mekanisme restitusi dan kompensasi. Semua pandangan ini menjadi masukan bagi kami," ujar Edi di Gedung Nusantara I, Ruang Baleg DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).
Ia menegaskan bahwa penyusunan RUU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia harus dilakukan secara serius dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak.
"Kami menerapkan meaningful participation, agar penyusunan RUU ini tidak sekadar formalitas. Selain diskusi langsung, ke depan kami juga akan menggelar pertemuan daring dengan pakar hukum dan praktisi ketenagakerjaan, agar rancangan regulasi ini lebih komprehensif," jelas politisi Fraksi PDI Perjuangan itu.
Melalui mekanisme meaningful participation, Edi berharap RUU yang disusun mampu menjadi solusi jangka panjang terhadap berbagai permasalahan pekerja migran.
"Jika Naskah Akademik (NA) sudah disebarluaskan, publik bisa ikut memeriksa apakah ada kekurangan atau ketidaktepatan dalam aturan yang dibuat," tambahnya.
Ia menekankan bahwa revisi yang dilakukan Baleg diharapkan bisa menghasilkan produk hukum yang kuat dan tidak perlu direvisi lagi dalam waktu dekat, mengingat masih banyak aspek lain yang perlu diatur dalam kebijakan hukum nasional.
"Misalnya, jika kita lihat ke belakang, bagaimana Pancasila dan UUD 1945 tetap relevan hingga saat ini. Kita ingin revisi UU ini juga memiliki daya tahan yang sama dalam memberikan perlindungan bagi pekerja migran," ungkapnya.
Selain itu, Edi juga menyoroti pentingnya penguatan keterampilan pekerja migran agar mereka memiliki daya saing tinggi di negara tujuan.
"Keterampilan hidup (life skill) sangat penting. Oleh karena itu, Balai Latihan Kerja (BLK) di daerah harus dihidupkan kembali, bekerja sama dengan pihak ketiga seperti Balai Jasa Tenaga Kerja Indonesia (BJTKI)," tutupnya. (nov,hal/aha)