Ketegasan Gakkumdu Provinsi Kaltim Dapat Dijadikan Acuan

31-03-2021 / KOMISI II
Anggota Komisi II DPR RI Anwar Hafid saat mengikuti Tim Panja Evaluasi Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2020 mengunjungi KPU Provinsi Kaltim di Balikpapan, Selasa (30/3/2021). Foto: Jaka/nvl

 

Anggota Komisi II DPR RI Anwar Hafid mengatakan Tim sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) di Provinsi Kaltim perlu dijadikan acuan untuk daerah lain pada pilkada selanjutnya. Pasalnya, dengan ketegasan mereka, setidaknya ada 11 kasus tindak pidana pilkada yang mendapatkan tindak lanjut, mulai dari penetapan tersangka sampai vonis di pengadilan.

 

Sementara, untuk Gakkumdu Kutai Timur, disampaikan Anwar telah berhasil melakukan pengungkapan tindak pidana, yakni sebanyak 7 laporan polisi dan telah memproses hukum 13 orang tersangka. Satu hal yang cukup menarik bagi Hasan terkait penegakkan hukum di Kaltim, yakni perihal pelanggaran-pelanggaran pilkadadi daerah ini bisa divonis 2-3 tahun.

 

"Saya kira Gakkumdu di Kaltim bisa menjadi role model di Indonesia, dalam rangka upaya untuk kita agar lebih patuh terhadap seluruh aturan, baik itu kepada penyelenggara pilkada, pemilih dan para kontestan," kata Anwar saat mengikuti Tim Panja Evaluasi Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2020 mengunjungi KPU Provinsi Kaltim di Balikpapan, Selasa (30/3/2021).

 

Politisi F-Demokrat ini menambahkan, Kalau semua yang terlibat dalam Pilkada memiliki kepatuhan yang sama, maka bisa dipastikan akan mengurangi adanya kasus-kasus yang berkelanjutan sampai di Mahkamah Konstitusi.

 

"Memang dalam kontestasi, orang pasti berlomba bagaimana caranya bisa menang. Bahkan terkadang ada oknum yang melanggar aturan. Menurut saya pengawasannya perlu diperketat. Seperti yang terjadi di Kaltim pengawasannya sangat bagus. Eksekusinya real, sehingga membuat semua yang terlibat dalam pilkada ke depan akan berpikir ulang melanggar aturan," ujarnya.

 

Legislator Dapil Sulteng ini menyarankan, ke depannya pengawasan perlu diperkuat terutama di bagian front line. Perlu dilakukan revisi aturan tentang syarat-syarat menjadi pengawas Ad hoc, misalnya ada aturan minimal lulusan SMA dan berusia minimal 25 tahun.

 

"Nah, banyak perkara-perkara di masyarakat terutama di daerah sudah punya banyak pengalaman sejak orde baru sebagai penyelenggara pemilu tapi bukan tamatan SMA. Sehingga tidak lolos persyaratan, kemudian ada yang sudah tamat SMA tapi rata-rata dari mereka belum berusia 25 tahun. Jadi ini perlu penegasan untuk syarat menjadi pengawas Ad hoc. Bahkan, kalau perlu di TPS diperbanyak SDM-nya," tutup Anwar. (jk/er)

 

BERITA TERKAIT
Khozin Soroti Lonjakan PBB-P2, Dorong Pemerintah Pusat Respons Keresahan Masyarakat
19-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin, menyoroti fenomena kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan...
Legislator Ingatkan Pemda Tak Gunakan Kenaikan Pajak untuk Dongkrak PAD
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus menegaskan komitmennya dalam mengawasi kebijakan pemerintah daerah (pemda) yang berdampak...
Pemberhentian Kepala Daerah Ada Mekanisme yang Sudah Diatur Undang-Undang
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong menjelaskan bahwa untuk memberhentikan Kepala daerah sama dengan pengangkatannya,...
Situasi Pati Telah Kondusif, Saatnya Energi Pemda Fokus untuk Pembangunan
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Polemik yang terjadi di Pati mulai mereda, khususnya usai pembatalan kenaikan PBB dan permohonan maaf dari Bupati...