Ada Ketidaksinkronan Data Illegal Drilling di Jambi
Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari usai mengikuti pertemuan dengan jajaran Kejaksaan Tinggi Jambi, Polda Jambi, dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jambi, Jumat (31/1/2020). Foto : Runi/Man
Komisi III DPR RI menemukan ketidaksingkronan data kasus illegal drilling (pengeboran illegal) di Provinsi Jambi. Penegak hukum yang menangani kasus ini, yaitu kejaksaan tinggi dan Polda Jambi tidak menunjukkan jumlah angka kasus yang sama. Padahal, kasusnya sama-sama ditangani.
Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari mengungkapkan temuan ini kepada Parlementaria usai mengikuti pertemuan dengan jajaran Kejaksaan Tinggi Jambi, Polda Jambi, dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jambi, Jumat (31/1/2020). Data yang disampaikan Kejaksaan Tinggi Jambi, kasus ini sudah sampai dengan surat pemberitahuan dimulainya penyelidikan (SPDP) sebanyak 37 perkara.
Sedangkan Polda untuk kasus yang sama menangani sebanyak 48 perkara. Lebih lanjut ia meminta kepada penegak hukum, agar ada konsolidasi data. Namun, ia melihat penegak hukum di Jambi belum melakukan konsolidasi data dengan baiik. “Kita melihat bahwa persoalan ini bisa terjadi karena mungkin tidak mengganggap pengawalan terhadap kasus ini penting. Misalnya, Polda ketika menangani perkara dikawal terus hingga menelusuri bagaimana penanganan di Kejati,” ucap Taufik.
Ia melanjutkan, Polda mungkin harus melihat sejauh mana kasus pengeboran ilegal ini sudah dilakukan oleh Kejati, seperti bagaimana eseksekusinya. Instansi penegakan hukum harus bisa saling bersinergi untuk tercipta perbaikan data yang lebih baik. Perlu ada perbaikan ke depan untuk penegakan hukum di Provinsi Jambi,” harap politisi Nasdem itu.
Karena perkara ini cukup merugikan pendapatan negara yang besar, Komisi III DPR pun mendukung keinginan pemerintah untuk mendapatkan kembali kerugian-kerugian yang dialami negara melalui proses hukum khususnya pengekan hukum di provinsi Jambi. Sudah ada beberapa kajian yang menujukan bahwa kerugian yang dihasilkan dari kasus SDA sangat besar. Jika saja itu bisa dicegah, ditindak, dan dimintakan ganti rugi, tentu bisa membantu ekonomi negara.
“Kita berharap instansi penegakan hukum punya cara pandang yang sama bahwa ini penting. Harus bekerja keras, jangan sampai ada kasus yang dilindungi oleh pihak-pihak tertentu atau kasusnya hanya menyasar yang kecil-kecil. Sementara yang besar-besar aman. Kita tidak harapkan itu,” pesanya. (rni/mh)