Skandal Jiwasraya Butuh 'Restorative Justice'

20-01-2020 / KOMISI III
Anggota Komisi III DPR RI Arteria saat mengikuti Rapat Kerja dengan Jaksa Agung, di ruang rapat Komisi III DPR RI, Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2020). Foto : Naifuroji/Man

 

Skandal PT. Asuransi Jiwasraya yang merugikan negara hingga Rp 27,2 triliun membutuhkan restorative justice yang harus dilakukan para penegak hukum. Artinya, perlindungan masyarakat dan pemulihan kepercayaan publik harus dikedepankan. Restorative justice menekankan pada terciptanya keadilan bagi para korban.

 

Untuk itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) yang telah bergerak cepat menindak para pelaku kejahatan keuangan di perusahaan asuransi plat merah itu harus diapresiasi. Pemerintah juga sudah memastikan segera akan mengembalikan kerugian para nasabahnya. Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan menegaskan hal ini kepada Parlementaria, sebelum mengikuti Rapat Kerja dengan Jaksa Agung, , di ruang rapat Komisi III DPR RI, Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2020).

 

“Kita mohon betul penegakan hukumnya harus mampu memulihkan kepercayaan masyarakat. Harus mampu mengutamakan restorative justice. Harus mampu mengembalikan kepercayaan publik yang tergerus,” ucapnya. Arteria bahkan menyebut skandal ini merupakan kejahatan kemanusiaan dan mengancam kedaulatan negara. Sisi subversifnya harus dilihat, karena ini dugaan perampokan yang dilakukan para pelakunya secara sistemik.

 

“Saya katakan ini serangan langsung kepada kedaulatan negara. mudah-mudahan kita semua bisa bersatu padu dan solid untuk memastikan bahwa permasalahan ini adalah masalah bangsa yang harus segera dicarikan solusi kebangsaannya. Patut diduga ada penyimpangan yang dilakukan secara sistemik, penuh pengetahuan, dan kesengajaan. Bahasa lain kita juga melihat ada perampokan. Ini harus dilihat juga dari sisi subversifnya. Ada tidak kejahatan subversif terkait asuransi Jiwasraya ini,” ungkap politisi PDI-Perjuangan itu.

 

Jaksa Agung diimbau Arteri harus melakukan kerja hebat dan cerdas. Kejaksaan harus belajar dari kasus First Travel yang telah merugikan masyarakat secara luas. Penegakan hukumnya tidak saja menghukum pelaku seberat-beratnya, tapi mengedepankan keadilan yang sesungguhnya bagi para pencari keadilan, dalam hal para nasabah Jiwasraya.

 

“Mudah-mudahan kita bisa mendapatkan strategi penanganan yang lebih akurat dan lebih melindungi kepentingan nasabah. Yang kita utamakan di sini tidak saja menentukan benar salah atau menghukum seseorang, tapi bagaimana nasabah bisa terlindungi hak-hak kewarganegaraannya, hak keperdataannya, maupun hak komersial lainnya,” papar legislator dapil Jatim VI ini.

 

Sementara itu, ia berpendapat saat ini belum perlu membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mendalami skandal Jiwasraya. Komisi III DPR RI masih percaya pada kerja hebat Kejagung. “Sampai saat ini kita belum melihat harus buat Pansus. Jalankan saja dulu. Ini baru awal dari sebuah akhir. Mudah-mudahan bisa kita percayakan kepada temen-teman di Kejaksaan Agung. Tapi kalau dirasa masih kurang, pada waktunya nanti kita akan bersikap,” tutup Arteri. (mh/sf)

BERITA TERKAIT
Habiburokhman Yakin Calon Hakim MK Perkuat Peran Mahkamah Konstitusi
21-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menilai terpilihnya Inosensius Samsul sebagai Hakim Konstitusi merupakan langkah yang tepat....
DPR Tegaskan Guru Bukan Beban Negara, Usia Pensiun Tetap Ideal
21-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menegaskan bahwa guru merupakan aset bangsa yang harus terus didorong...
Aparat Diminta Tindak Tegas Pelaku TPPO Anak yang Dieksploitasi Jadi LC
20-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez merasa prihatin sekaligus geram menanggapi kasus eksploitasi seksual dan tindak...
Komisi III Minta KPK Perjelas Definisi OTT dalam Penindakan
20-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menekankan pentingnya kejelasan terminologi hukum yang digunakan Komisi Pemberantasan...