Krisis Turki Dinilai Pengaruhi Ekonomi Nasional

15-08-2018 / KOMISI XI
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan  foto : Andri/mr

 

Fundamental ekonomi di dalam negeri yang kurang bagus membuat daya tahan ekonomi Indonesia selalu terpengaruh oleh gejolak global. Saat ini Turki sedang mengalami krisis ekonomi yang berimbas pada penurunan nilai tukar rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG).

 

Rupiah sempat turun pada level terendah tahun ini, sebesar Rp14.583 per dolar AS. Sedangkan IHSG juga turun 3,55 persen dari 6 ribuan menjadi 5.861,246. Rupiah dan IHSG adalah dua hal yang saling berpengaruh. IHSG hanya bisa stabil jika rupiah berhasil dijaga. Tapi begitu rupiah melemah, IHSG juga akan ikut terkoreksi.

 

Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan yang dimintai komentarnya lewat sambungan telepon, Rabu (15/8/2018) mengatakan, pelemahan rupiah dan IHSG bukan melulu faktor eksternal. Untuk diketahui, current account deficit (CAD) Indonesia di kuartal II 2018 melebar menjadi 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Belum lagi cadangan devisa turun ke angka 118,3 miliar dolar AS pada akhir Juli 2018.

 

“Ini jelas memengaruhi respon global terhadap pasar dan nilai tukar kita. Menyusul kemudian IHSG. Krisis mata uang lira di Turki, memang sedikit-banyak turut berpengaruh terhadap penurunan IHSG, walaupun sifatnya hanya sementara. Tapi, kita tak perlu khawatir jika fundamental kita bagus. Masalahnya, fundamental kita juga tidak bagus-bagus amat, sehingga muncul sentimen negatif pasar terhadap kemungkinan munculnya efek domino di negara-negara emerging market, termasuk Indonesia,” papar Anggota F-Gerindra ini.

 

Saat ini depresiasi mata uang Turki menembus angka 40 persen. Ada kekhawatiran krisis Turki akan merambah ke Eropa dan bahkan global termasuk Indonesia. Menurut Heri, sebetulnya masalah besar ekonomi Indonesia ada pada pengelolaan internal yang keliru yang dikenal dengan account defisit, primary balance defisit, dan service payment defisit.

 

“Kalau ketiga hal tersebut bisa dikelola dengan baik, maka kita tak perlu kuatir berlebihan terhadap gejolak global. Terbukti, dengan dirilisnya defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2018 yang melebar hingga 3 persen dari PDB serta neraca pembayaran Indonesia yang defisit 43 miliar dolar AS memicu sentimen negatif di pasar,” tutupnya. (mh/sf)

BERITA TERKAIT
Lonjakan Kenaikan PBB-P2 Dampak Pemangkasan DAU dan Tuntutan Kemandirian Fiskal
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Amin Ak menyoroti lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)...
Pidato Ambisius Presiden Harus Menjadi Nyata, Realistis, Terukur, dan Berpihak kepada Rakyat Kecil
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hanif Dhakiri mengatakan, pihaknya mendukung penuh target ekonomi Presiden Prabowo 2026...
Ekonomi Global Tak Menentu, Muhidin Optimistis Indonesia Kuat
15-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi global yang utamanya dipicu konflik di berbagai belahan dunia,...
BI Harus Gencar Sosialisasi Payment ID Demi Hindari Misinformasi Publik
14-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Balikpapan — Peluncuran Payment ID sebagai identitas tunggal transaksi digital terus disorot. Meskipun batal diluncurkan pada 17 Agustus 2025...