Insentif Pajak Bagi Investor Kecil Harus Sesuai Aturan

26-04-2018 / KOMISI XI
Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan (F-Gerindra)/Foto:Azka/Iw

 

Rencana pemerintah yang ingin memberi insentif pajak bagi para investor skala kecil diapresiasi. Namun, insentif pajak ini diimbau tidak melanggar aturan. Insentif pajak sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.35/2018. Peraturan ini didasarkan pada argumen bahwa masih banyak investor skala kecil dan menengah yang ingin berinvestasi di bawah Rp500 miliar.

 

Pemerintah memang perlu menyiapkan insentif pajak dan fiskal bagi investor skala kecil yang jumlahnya cukup banyak. “Overall, itu bagus. Tapi, pemerintah mesti sangat berhati-hati untuk memastikan bahwa semua fasilitas fiskal sesuai dengan undang-undang (UU) berlaku. Tidak ada yang tumpang tindih. Pemerintah perlu memastikan agar kebijakan ini tidak bertentangan dengan UU Pajak Penghasilan (PPh) hingga UU Penanaman modal,” papar Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan saat diwawancara lewat sambungan telepon, Kamis (26/4/2018).

 

Menurut Heri, kelonggaran insentif bagi investor adalah stimulus untuk meningkatkan investasi, terutama di sektor usaha kecil dan menengah. Ada tiga jenis insentif pajak yang sedang diusulkan, yaitu tax holiday, tax allowance, dan super deduction tax atau pengurangan pajak bagi industri yang melakukan pelatihan kepada tenaga kerja.

 

“Saya pikir super deduction tax adalah opsi yang cukup baik, terutama untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja. Untuk diketahui, Indonesia adalah salah satu nagara yang secara keunggulan komparatif bergantung pada tenaga kerja yang murah karena minim keterampilan. Ke depan, kita tak boleh lagi bergantung di situ. Salah satu keluhan investor adalah tenaga kerja Indonesia yang dinilai kurang terampil dibandingkan dengan tenaga kerja di negara ASEAN,” ucap Heri.

 

Dengan insentif itu, lanjut politisi asal Sukabumi, Jawa Barat ini, keterampilan tenaga kerja Indonesia bisa lebih membaik, sehingga tak perlu lagi mendatangkan tenaga kerja asing akibat lemahnya keterampilan. Sekarang tinggal angkanya saja yang perlu dikaji lebih lanjut. Kelonggaran sebesar 200 persen mungkin juga bisa diterapkan. Batasan investasi dan jenis industrinya juga harus diperjelas kembali.

 

“Saya pikir, jenis industri yang bergerak di sektor pertanian, perikanan, dan kelautan harus mendapat perhatian yang lebih serius. Sebab, di sanalah serapan tenaga kerja bisa lebih banyak dengan model padat karya,” imbuhnya lagi. (mh/sc)

 

 

BERITA TERKAIT
Lonjakan Kenaikan PBB-P2 Dampak Pemangkasan DAU dan Tuntutan Kemandirian Fiskal
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Amin Ak menyoroti lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)...
Pidato Ambisius Presiden Harus Menjadi Nyata, Realistis, Terukur, dan Berpihak kepada Rakyat Kecil
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hanif Dhakiri mengatakan, pihaknya mendukung penuh target ekonomi Presiden Prabowo 2026...
Ekonomi Global Tak Menentu, Muhidin Optimistis Indonesia Kuat
15-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi global yang utamanya dipicu konflik di berbagai belahan dunia,...
BI Harus Gencar Sosialisasi Payment ID Demi Hindari Misinformasi Publik
14-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Balikpapan — Peluncuran Payment ID sebagai identitas tunggal transaksi digital terus disorot. Meskipun batal diluncurkan pada 17 Agustus 2025...