PMA Penyelenggaraan Umrah Perlu Direvisi
Ketua Komisi VIII DPR RI, Ali Taher Parasong memberikan keterangan pers usai menerima delegasi Aliansi Travel Muslim Indonesia (ATMI), di Gedung DPR RI/Foto:Arief/Iw
Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Umrah perlu direvisi. Banyak hal yang belum diatur, termasuk perlunya masa transisi bagi perusahaan atau travel umrah yang dicabut izinnya, yang mengakibatkan terlantarnya calon jemaah umrah.
“Dalam kaitan ini, Komisi VIII akan memanggil Dirjen Perjalanan Haji Umrah (PHU) dan Direktur Umrah Kementerian Agama secepatnya untuk membahas beberapa persoalan terkait umrah,” ungkap Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher Parasong usai menerima delegasi Aliansi Travel Muslim Indonesia (ATMI) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (25/4/2018).
Menurut Ali Taher, perusahaan umrah yang tergabung dalam ATMI masih banyak yang berstatus pra Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Mereka sudah terdaftar, tetapi belum memiliki legalitas untuk menyelenggarakan umrah. Namun demikian, dari merekalah sumber jemaah, dari menghimpun, mendaftar, dan mencoba untuk memberangkatkan jemaah.
Kepada Komisi VIII, perwakilan ATMI menilai PMA itu sangat memberatkan, terutama bagi perusahaan yang saat ini tengah dalam proses pengurusan menjadi perusahaan PPIU. Ini sangat berdampak Biro Perjalanan Wisata (BPW) pra PPIU yang telah memiliki rencana dan jadwal pemberangkatan jemaah, bahkan sudah memiliki booking tiket pesawat serta booking penyewaan hotel di Makkah-Madinah.
“Kebijakan moratorium izin baru PPIU bukan solusi terbaik dalam membenahi PPIU nakal, malah sebailknya akan mematikan bisnis umrah Biro Perjalanan Wisata yang telah mendapatkan mandat masyarakat. Moratorium akan berdampak besar bagi masyarakat yang tidak jadi berangkat umrah,” ucap Wakil Ketua ATMI Leni Noverita, yang membacakan pernyataan tersebut.
Menanggapi usulan tersebut, Ali Taher menyatakan ada beberapa rumusan yang diputuskan setelah menerima masukan ATMI, diantaranya umrah adalah bagian dari ibadah yang suci. Mengacu pada kasus-kasus yang terjadi, maka perlu ada solusi terbaik bagi pra PPIU ini, supaya di kemudian hari tidak ada masalah seperti travel lain yang bermasalah. Meski demikian, pra PPIU harus segera menyelesaikan aspek legalitasnya sehingga tidak menimbulkan persoalan-persoalan baru.
Komisi VIII juga meminta Kemenag supaya ada transisi antara PMA, jangan langsung di cut-off, sehingga bisa menyelesaikan jemaah yang sudah terdaftar dan membayar biaya umrahnya, paling tidak ada masa tertentu.
“Revisi PMA juga dimaksudkan untuk menampung aspirasi yang berkembang seperti sekarang ini. Jangan sampai hanya ada 2-3 perusahaan travel yang bermasalah, kemudian menimbulkan ketidakpercayaan publik kepada perusahaan yang bagus,” tambahnya. (mp/sf)