Pengalihan Tanggung Jawab Pendidikan Menengah ke Provinsi Tinggalkan Masalah

05-03-2018 / KOMISI X
Anggota Komisi X DPR RI Sofyan Tan, foto : eko/hr

 

 

Anggota Komisi X DPR RI Sofyan Tan menilai, pengalihan kewenangan dan tanggung jawab tingkat pendidikan menengah, baik SMA atau SMK dari Pemerintah Kabupaten atau Kota ke Pemerintah Provinsi, masih banyak meninggalkan masalah. Pengalihan ini berdasar pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Masalah yang muncul berkaitan dengan pengalohan aset dan pemindahan status kepegawaian guru dan tenaga kependidikan.

 

“Persoalan pengalihan manajemen SMA ke provinsi itu meninggalkan banyak masalah. Bahwa akhirnya sekolah SMA dan SMK dalam tanda kutip, sedikit terlantar. Baik masalah guru atau infrastruktur yang dibangun. Partisipasi pendanaannya mengalami kesulitan. Itu menjadi catatan sangat penting dalam kunjungan kali ini,” papar Sofyan saat Kunjungan Kerja Komisi X DPR RI ke Provinsi Sumut, Kamis (1/3/2018).

 

Berkaitan dengan pengalihan aset, sebagian kabupaten atau kota termasuk juga yang ada di Sumut, merasa tidak rela melepaskan aset yang dimilikinya, sebab selama ini telah dibangun melalui dana APBD kabupaten atau kota. Meskipun demikian yang terpenting adalah aset yang dialihkan tetap menjadi aset negara yang digunakan untuk layanan pendidikan bagi masyarakat. Meski aset menjadi milik provinsi, masyarakat di kabupaten atau kota juga harus dapat menikmatinya.

 

Selain itu, tentang pemindahan status kepegawaian guru dan tenaga kependidikan serta pemindahan status PNS dari pegawai kabupaten atau kota menjadi pegawai provinsi membutuhkan waktu dan koordinasi yang baik. Rentang kendali yang cukup panjang dari kabupaten atau kota ke provinsi dikhawatirkan dapat menimbulkan permasalahan ikutan yang bisa merugikan pegawai.

 

“Untuk mengatasi masalah ini, harus ada kerjasama antara Pemprov juga dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bagaimana pengalihan dana untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) harus dilakukan terhadap daerah,” saran Anggota Dewan dari Dapil Sumut I ini. 

 

Persoalan lainnya, adalah posisi guru bantu yang digaji APBD Provinsi dan APBD Kabupaten atau Kota harus segera diselesaikan, sebab pengangkatan guru bantu adalah kebijakan sementara untuk memenuhi kekurangan guru yang berstatus PNS atau ASN. Hal yang sama juga terjadi pada guru honorer.

 

“Sehingga persoalan-persoalan yang berkaitan dengan penggajian guru, seperti guru-guru honorer yang selama ini ditanggung Pemkab atau Pemkot sekarang menjadi tanggung jawab Pemprov Sumut. Namun tetap butuh bantuan dari pusat untuk penggajian honorer. Karena tanpa bantuan dari pusat tidak akan terwujud,” jelas Politisi Fraksi PDI Perjuangan itu. (eko/sf)

BERITA TERKAIT
Fikri Faqih Dorong Pendidikan Agama Jadi Pilar Integral dalam Revisi UU Sisdiknas
21-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menegaskan pentingnya pendidikan agama sebagai bagian tak terpisahkan dalam...
Revisi UU Hak Cipta Rampung, Royalti Musik Lebih Transparan
21-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota DPR RI Komisi X Once Mekel menekankan pentingnya tindak lanjut nyata dari DPR dan pemerintah untuk...
Furtasan: Perlu Redesain Sekolah Rakyat agar Lebih Tepat Sasaran
20-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi X DPR RI menyoroti pelaksanaan program Sekolah Rakyat yang menjadi salah satu prioritas Presiden Prabowo...
Fikri Faqih Terima Aspirasi Forum Guru Honorer dan PPPK di Jateng, Berharap Solusi Atas Persoalan Kepegawaian
17-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keresahan tengah dirasakan ratusan guru honorer dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Jawa Tengah. Persoalan...