Legislator Sayangkan Minimnya Tunjangan Guru
Anggota Komisi X DPR RI Dadang Rusdiana. Foto: Arief/od
Anggota Komisi X DPR RI Dadang Rusdiana, menyayangkan kurangnya Tunjangan Khusus Guru untuk guru di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T). Padahal, keberadaan guru di daerah 3T itu sangat dibutuhkan.
“Ini yang selalu kita sayangkan, yaitu pengendalian anggarannya. Padahal guru untuk di daerah terpencil itu sangat dibutuhkan,” ujar Dadang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Sekretaris Deputi SDM Kemen Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), dan Direktur Fasilitas Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (6/2/2018).
Selain itu, Dadang mempertanyakan mengenai kebijakan Dana Afirmasi dari Kementerian Dalam Negeri untuk sektor pendidikan di daerah-daerah perbatasan. Dadang menilai, sejauh ini tidak ada keseriusan dari pemerintah dalam menangani permasalahan tersebut.
“Karena untuk daerah perbatasan yang letak geografisnya sedemikian rupa, tidak mudah bagi siswa-siswi menempuh jarak hingga 15 km untuk sekolah. Oleh karena itu, konsep sekolah asrama merupakan hal yang paling cocok untuk daerah perbatasan,” tambah Dadang.
Hal lain yang disinggung politisi F-Hanura itu adalah masih belum jelasnya pengendalian kewenangan transfer Dana Desa dari Kabupaten ke Desa untuk kebutuhan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Desa. Padahal, kebutuhan PAUD sangat tinggi. Ironisnya, banyaknya PAUD tidak diimbangi dengan ketersediaan gurunya.
“Bahkan ibu-ibu PKK yang ada di daerah tersebut, bisa menjadi guru. Bayangkan untuk menyiapkan generasi-generasi yang lebih baik kedepan, anak-anak didik kita yang usianya 5-6 tahun dibina oleh guru yang sebenarnya tidak memiliki profesionalitas, dan digaji seenaknya,” jelasnya.
Politisi asal dapil Jawa Barat itu juga menyoroti, saat ini masih banyak ditemukan kepala sekolah yang merangkap sebagai guru pengajar. Bahkan ada yang merangkap sebagai penjaga sekolah. (ila/sf)