Akuisisi Anak Usaha PT. Pertamina Harus Hati-hati

19-01-2018 / KOMISI XI
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan, foto : azka/hr

 

 

Langkah mengakuisisi PT. Pertagas anak usaha PT. Pertamina (Persero) oleh PT. PGN (Persero) harus dilakukan dengan hati-hati. Pasalnya, secara institusional cukup sulit menyatukan PGN sebagai perusahaan terbuka yang tercatat di BEI dengan Pertamina yang tidak terbuka. Langkah akuisisi ini jangan hanya untuk menyelamatkan utang Pertamina yang terus menumpuk.

 

Ini merupakan rangkaian dari rencana pemerintah membentuk perusahaan induk (holding) BUMN di sektor minyak dan gas (migas). Kajian mendalam menjadi keniscayaan untuk dilakukan sebelum mengakuisisi. Untung rugi mesti diperhatikan pula oleh Kementerian Keuangan, PT. PGN, dan PT. Pertamina. Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengemukakan hal tersebut dalam pesan singkatnya kepada Parlementaria, Jumat (19/1/2018).

 

“Jangan sampai ini jadi akal-akalan pemerintah untuk menyelamatkan Pertamina dari kondisi utang yang terus menumpuk. Per Desember 2017 utang Pertamina tercatat sebesar Rp 153,7 triliun,” kata politisi Partai Gerindra itu.

 

Menurutnya, wacana akuisisi (holding) ini sebenarnya bukan barang baru. Ada keinginan PGN dan Pertagas disatukan. Selain karena bisnisnya mirip, juga untuk mendamaikan perseteruan antara PGN dan Pertamina terkait isu pipa yang open acess.

 

Penyatuan harus ditujukan untuk memperkuat misi besar BUMN sebagai agen pembangunan nasional. Penyatuan itu jangan sebatas aksi korporasi untuk penambahan modal BUMN induk dan peningkatan kapasitas pendanaan atau bisa berutang lebih banyak.

 

“Di sinilah semua pihak harus melakukan kajian mendalam, membuat pemetaan yang tepat mana BUMN yang harus diciutkan, mana yang harus digabungkan, dan mana yang harus dilikuidasi, termasuk penertiban terhadap anak-anak perusahan BUMN yang sudah melenceng jauh dari misi utama,” kilahnya.

 

Heri melihat, proses akuisisi ini hanya sekadar aksi korporasi biasa. Kalau benar mekanismenya lewat inbreng atau investasi pemerintah, yaitu dengan mengalihkan saham pemerintah di PGN ke  Pertamina, seperti diungkap ekonom Faisal Basri, maka itu sangat tak lazim. Mekanisme inbreng biasanya berwujud dan bukan sesuatu yang tak kasat mata. Jika akhirnya PGN jadi anak usaha Pertamina, kemungkinan PGN jadi swasta murni dan itu melenceng jauh dari misi besarnya.

 

Mantan Wakil Ketua Komisi VI itu mengingatkan, awal pembentukan PGN sebagaimana termaktub dalam PP No.19/1965 dan ditegaskan pula dalam PP No.37/1994 bahwa PGN harus mengembangkan dan memanfaatkan gas bagi kepentingan umum dan menyediakan gas dalam jumlah dan mutu yang memadai untuk melayani kebutuhan masyarakat.

 

“Sekali lagi semua pihak harus melakukan kajian mendalam dan terhindar dari niat tersembunyi yang ingin mengerdilkan misi besar BUMN,” tandas Heri. (mh/sc)

 

BERITA TERKAIT
Lonjakan Kenaikan PBB-P2 Dampak Pemangkasan DAU dan Tuntutan Kemandirian Fiskal
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Amin Ak menyoroti lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)...
Pidato Ambisius Presiden Harus Menjadi Nyata, Realistis, Terukur, dan Berpihak kepada Rakyat Kecil
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hanif Dhakiri mengatakan, pihaknya mendukung penuh target ekonomi Presiden Prabowo 2026...
Ekonomi Global Tak Menentu, Muhidin Optimistis Indonesia Kuat
15-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi global yang utamanya dipicu konflik di berbagai belahan dunia,...
BI Harus Gencar Sosialisasi Payment ID Demi Hindari Misinformasi Publik
14-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Balikpapan — Peluncuran Payment ID sebagai identitas tunggal transaksi digital terus disorot. Meskipun batal diluncurkan pada 17 Agustus 2025...