Kaltara Belum Miliki Rumah Aman

01-11-2017 / KOMISI VIII
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid ssat membeikan keterangan kepada wartawan. Foto:Eka Hindra/iw

 

Kota Tarakan di Kalimantan Utara (Kaltara) sampai kini belum memiliki rumah aman. Padahal, kasus-kasus kekerasan begitu tinggi terjadi. Setidaknya, ditemukan 34 kasus kekerasan pada Januari hingga Juni 2017. Kasus kekerasan yang terjadi didominasi kekerasan rumah tangga dan seksual.

 

Para korban kekerasan tersebut biasanya langsung dirujuk ke Jakarta, karena Kaltara belum ada rumah aman untuk merehabilitasi para korban kekerasan.  Demikian terungkap dalam pertemuan Tim Kunjungan Kerja (Kunker) Komisi VIII DPR RI dengan Sekda, Wali Kota, Ketua DPRD, Kakanwil Agama, Kadinsos, dan Kadinas PP dan PA yang digelar di Ruang Serbaguna, Gedung Pemerintah Kota Tarakan, Selasa (31/10/2017).

 

Wakil Ketua Komisi VIII DPR yang memimpin Tim Kunker ini Sodik Mudjahid mengatakan, fasilitas yang dibutuhkan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memang sudah ada item anggarannya di APBN melalui Kementerian Sosial. “Tinggal alokasinya, apakah Provinsi Kaltara kebagian atau tidak. Ini semua tergantung lobi dari gubernur atau perwakilannya," kata Sodik.

 

Anggota Komisi VIII dari Fraksi Partai Amanat Nasional Desy Ratnasari mengatakan, bahwa untuk Provinsi Kaltara termasuk Kota Tarakan, memang sampai saat ini tidak memiliki rumah aman (safe house) untuk korban kekerasan anak dan perempuan. Padahal, untuk melakukan rehabilitasi akan lebih mudah dilakukan di rumah aman. Selain itu, rehabilitasi lebih terfokus untuk mengontrol trauma healing dengan terapi psikologis.

 

“Keamanan dalam diri si korban bisa dikontrol agar terkendali,” imbuh Desy. Di Kota Tarakan sendiri belum ada dan tentu ini menjadi perhatian Komisi VIII. Ia berharap segera dibangun rumah aman atau setidaknya tempat khusus untuk para korban, lanjutnya.

Siti Hadijah salah seorang staf Analis Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga mengakui, Kaltara memang belum memiliki tempat rehabilitasi untuk korban kekerasan.

 

“Pada saat kami menangani masalah anak, bingung mau dibawa ke mana korban ini. Dan kalau ditangani sendiri tidak optimal,” imbuh Hadijah.

Selama ini bila kasusnya cukup serius, maka dinas setempat langsung membawa korban ke Jakarta. “Jauh sekali kalau korban harus dibawa ke Jakarta. Pastinya kami tidak bisa mengontrol lagi dan bagaimana perkembangan selanjutnya,” akunya. (hr/sc).

BERITA TERKAIT
Revisi UU Haji Diharapkan Tingkatkan Kualitas Pelayanan Jemaah
20-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abidin Fikri, menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah...
Maman Imanulhaq Dorong Kemenag Perkuat PAUD Qu’ran
14-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq mendorong Kementerian Agama (Kemenag) untuk memperkuat posisi Pendidikan Anak Usia...
Legislator Komisi VIII Dorong Peningkatan Profesionalisme Penyelenggaraan Haji
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Surabaya - Anggota Komisi VIII DPR RI Inna Amania menekankan pentingnya efektivitas dan profesionalisme dalam penyelenggaraan ibadah haji. Hal...
Selly Andriany Ingatkan Pentingnya Harmoni Sosial Pasca Perusakan Rumah Doa di Sumbar
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Menanggapi insiden perusakan rumah doa umat Kristiani di Sumatera Barat, Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany...