Perppu Ormas Bertentangan Dengan Prinsip Demokrasi

16-10-2017 / KOMISI II
suasana rapat komisi II DPR RI

 

Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menegaskan hak untuk berserikat dan berkumpul merupakan hak asasi manusia yang dijamin dalam Konstitusi. Karenanya, perbuatan melakukan pembatasan terhadap hak-hak berserikat dan berkumpul yang bertentangan dengan prinsip negara hukum yang demokratis.

 

Ia juga dengan tegas menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat. “Saya dari Fraksi PKS menyatakan tegas menolak RUU Penetapan Perppu Ormas menjadi Undang-undang,” kata Mardani dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Mendagri, Menkumham dan Menkominfo pembahasan Tk I RUU Penetapan Perppu Ormas di Gedung DPR RI, Senayan, (16/12/2017).

 

Dalam rilisnya ia menjelaskan, Perpu Ormas mengandung ambiguitas yang rawan ditafsirkan secara sewenang-wenang oleh pelaksana kebijakan. Seperti, dalam hal norma tentang larangan bagi Ormas dalam berkegiatan, yang meliputi pula larangan untuk menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang (Pasal 59 Ayat 4).

 

Tak hanya itu, politisi F-PKS ini mengatakan Perppu Ormas berpotensi memunculkan rezim otoriter dengan menghilangkan peran pengadilan dalam pembubaran Ormas. “Hal yang sangat krusial dan fatal yang diatur dalam Perpu tentang Ormas sehingga menjadikan Perpu ini sebagai ancaman bagi pelaksanaan demokrasi di negara hukum Indonesia, adalah dihilangkannya peran pengadilan dalam pembubaran Ormas dan diambil alih oleh Pemerintah,” tegasnya.

 

Selain menghilangkan peran pengadilan dalam pembubaran Ormas, dalam Perpu ini juga Pemerintah menyederhanakan dan menghilangkan tahapan-tahapan pembubaran Ormas yang sebelumnya diatur secara berjenjang dalam UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

 

Fraksi PKS menilai bahwa Perpu tentang Ormas memuat sanksi pidana yang berpotensi disalahgunakan untuk melakukan kriminalisasi. Pemberatan sanksi pidana dalam perkara penyalahgunaan, penistaan, dan penodaan terhadap agama dalam konteks pelanggaran Ormas yang diatur dalam Perpu tentang Ormas ini tidaklah tepat karena tidak konsisten dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lain mengenai norma yang sama.

 

Melalui Perpu tentang Ormas ini, Pemerintah menambah berat sanksi pidana dalam hal penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dilakukan oleh orang menjadi anggota dan pengurus Ormas, menjadi pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

 

“Ketentuan ini sangat rawan untuk dijadikan senjata oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan kriminalisasi terhadap orang-orang tertentu dengan dalih penodaan terhadap agama. Bahkan, ketentuan ini dapat dijadikan celah untuk memberangus kegiatan Ormas dengan mengkriminalisasikan anggota dan/atau pengurus Ormas tersebut dengan menggunakan pasal tentang penodaan agama ini,” papar Mardani. (ann,sc) foto : doeh/DN


 

BERITA TERKAIT
Khozin Soroti Lonjakan PBB-P2, Dorong Pemerintah Pusat Respons Keresahan Masyarakat
19-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin, menyoroti fenomena kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan...
Legislator Ingatkan Pemda Tak Gunakan Kenaikan Pajak untuk Dongkrak PAD
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus menegaskan komitmennya dalam mengawasi kebijakan pemerintah daerah (pemda) yang berdampak...
Pemberhentian Kepala Daerah Ada Mekanisme yang Sudah Diatur Undang-Undang
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong menjelaskan bahwa untuk memberhentikan Kepala daerah sama dengan pengangkatannya,...
Situasi Pati Telah Kondusif, Saatnya Energi Pemda Fokus untuk Pembangunan
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Polemik yang terjadi di Pati mulai mereda, khususnya usai pembatalan kenaikan PBB dan permohonan maaf dari Bupati...