Pekerja Sosial Perlu Standarisasi
Anggota Komisi VIII DPR RI Itet Tridjajati Sumarijanto mengatakan perlu ada standarisasi kemampuan atau skill bagi para pekerja sosial. Mengingat, pelbagai permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat sangat variatif dan multi-kompleks sehingga tiap-tiap kasus membutuhkan penanganan yang khusus dari ahlinya.
Demikian diungkapkannya dalam Kunjungan Spesifik Panja RUU Praktik Pekerjaan Sosial di UPT Panti Pengasuh Anak Dinas Sosial Provinsi Riau, Pekanbaru, Jumat ( 13/10/2017). Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk mendengarkan masukan terkait RUU tentang Praktik Pekerjaan Sosial dari stakeholders dan masyarakat setempat.
“Masalah sosial bukanlah masalah sederhana, tetapi multi-dimensions. Masalah sosial adalah masalah kemanusiaan yang sifatnya sangat variatif. Karena itu, yang kita perlukan bukan sembarang orang yang mengentaskan permasalahan sosial ini, namun seseorang yang berpendidikan dan qualified dibidangnya,” ungkap Itet.
Itet mengibaratkan dengan sistem pelayanan kesehatan yang ada, yangmana memiliki jenjang karir mulai dari tingkatan dokter umum hingga menjadi dokter spesialis. Menurutnya, hal ini juga bisa diterapkan dalam praktik pekerjaan sosial. “Mereka (pekerja sosial) tidak harus semua S1, tetapi kalau bisa dijadikan sebagai suatu profesi yang berjenjang. Seperti, di pelayanan kesehatan, ada professor, dokter spesialis, dokter umum, dibantu bidan dan perawat,” tuturnya.
Selain itu, ia menambahkan, perlu dibedakan antara pekerja sosial yang profesi dan relawan, karena dalam melakukan pelayanan sosial dibutuhkan seseorang yang mumpuni secara teori dan praktik di bidangnya.
“Di negara lain, yang namanya social worker itu suatu profesi yang jelas, sementara kalau disini, orang masih bingung tentang istilah pekerja sosial itu, apakah relawan atau betul-betul profesi,” sambung Itet.
Karena itu, lanjutnya, ia mendukung norma tersebut diatur dalam RUU tentang Praktik Pekerjaan Sosial. Selain untuk memberikan kepastian secara yuridis, para pekerja sosial juga akan dipilah berdasarkan spesialisasinya dan jenjang pendidikan. "Sehingga ada kepastian, saya itu megang apasih, nantinya mereka akan lebih mendalami dan penanganannya juga lebih terarah. Sisi lain, ini akan berdampak pada pendapatan ekonomi masing-masing, Semakin dibutuhkan skill tersebut, maka semakin besar penghargaan yang diberikan," jelasnya.
“Tidak mungkin satu orang bisa menangani berbagai macam masalah, karenanya dibutuhkan spesialisasi. Kita juga tidak akan langsung mencetak sarjana-sarjana itu, tetapi mereka yang sudah berpengelaman menjadi pekerja sosial bisa kita dorong untuk kembali belajar apakah itu S1 atau S2. Disamping itu, pada saat mereka menimbah ilmu bisa memberikan kontribusi atau masukan-masukan terkait praktiknya di lapangan,” tandas politisi PDI-Perjuangan ini.(ann,sc) Foto: Anne/az