Legislator Pertanyakan Strategi Perpusnas Tingkatkan Literasi Indonesia
Anggota Komisi X DPR Esty Wijayanti mempertanyakan strategi Perpustakaan Nasional (Perpusnas) dalam meningkatkan literasi Indonesia yang berada dalam angka 60 dari 61. “ Kita harus mempunyai konsep atau strategi untuk mengatasi masalah tersebut. Pilihannya adalah bagaimana mampu meningkatkan minat baca, sosialisasi dan menyediakan buku serta mempersiapkan sarana dan prasarananya,” katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (6/9).
Dalam acara yang dipimpin Wakil Ketua Komisi X Abdul Fikri Faqih didampingi Sutan Adil Hendra, anggota Dewan dari Dapil Yogyakarta ini menyoroti paparan Kepala Perpusnas terkait kecilnya anggaran yang diterima dibanding misi besar yang diembannya.
Beberapa masalah yang diungkap, kata Esty mengutip penjelasan Kepala Perpustakaan Nasional yang dituangkan dalam permasalahan umum rasio diantaranya 1 buku 15.000 orang, budaya baca buku rendah rata-rata 26,7 akses masyarakat terhadap perpustakaan hanya 2% dari jumlah penduduk setiap hari. Selain itu tingkat literasi Indonesia yang berada pada angka 60 dari 61 negara, lalu IPM menempati angka 110 dari 187 negara .
Menurut politisi PDI Perjuangan ini, dengan anggaran Perpusnas sebesar Rp 584 miliar dalam RAPBN 2018, jumlah tersebut sangat tidak sesuai dengan tujuan besar yang ingin dicapai. Permasalahannya banyak tapi anggarannya terbatas, sehingga tidak akan mampu bergerak apapun kecuali hanya cukup untuk sekretariat, belanja rutin bahkan untuk belanja modal tidak muncul.
Ia juga menyoroti soal distribusi buku, jangankan di luar Jawa, di Jawapun masih banyak kesulitan menyediakan buku, belum bicara mutunya. Sedangkan bicara soal minat baca, Esty menekankan mestinya titik-titiknya ditekankan kepada daerah yang minat bacanya cukup. Seperti di lingkungan PAUD atau tempat pendidikan anak-anak yang lain perlu digalakkan, dengan harapkan sekian tahun lagi mereka sudah mempunyai minat baca yang tinggi.
Sedangkan masalah pengembangan perpustakaan, ia menyatakan pesimis, karena terjadi penurunan anggaran dibanding 2017 sebesar Rp 41,7 miliar. “Tidak mungkin meningkatkan minat baca, tapi kemudian anggaran di pengembangan perpustakaan turun,” keluh Esty.
Dalam acara ini dibahas pula pengajuan Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2018/2019, dengan alasan berdasarkan UU No.23/2014 tentang Pemda, Perpustakaan Kabupaten/Kota telah menjadi dinas dan setara dengan eselon II/B. Selain itu, penganggaran perpustakaan kabupaten/kota diketahui anggaran SKPD Dinas Perputakaan Kabupaten/Kota rata-rata kurang dari Rp 1 M, jauh dari anggaran ideal perpustakaan sebesar Rp 25 miliar. (mp) foto: arief