Tak Aneh Ada Pesanan WTP di Lembaga dan Kementerian

29-05-2017 / KOMISI XI
Operasi tangkap tangan (OTT) oknum pejabat Kemendes dan BPK untuk pesanan meraih opini audit wajar tanpa pengecualian (WTP), terbilang telat. Pesan memesan WTP kepada BPK sebenarnya bukan barang baru. Hanya saja desas-desus itu baru menjadi kenyataan setelah ada OTT dari KPK.
 
 
Demikian dikemukakan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam rilisnya Senin (29/5). “Publik tidak heran lagi. Sebab, desas-desus pesan memesan opini WTP sudah sejak lama berhembus. Tidak hanya untuk kementerian/lembaga di pusat, tapi juga untuk provinsi, kabupaten, kota di daerah-daerah. KPK sebetulnya terhitung lamban memberantas hal tersebut,” tulis Heri dalam rilisnya.
 
 
Kasus ini benar-benar mencoreng institusi BPK yang harusnya mampu mengawasi dan mengamankan keuangan negara. Praktik curang ini telah memanipulasi temuan yang sebenarnya harus diungkap ke publik. “Kalau sekarang baru terkuak ke permukaan, itu karena lebih banyak faktor apes saja,” ungkap Heri. OTT ini sekaligus juga menjawab keraguan publik atas integritas para auditor BPK yang mudah memperjualbelikan opini WTP.
 
 
“Selama ini, sebagian publik selalu mempersepsikan aneh hasil audit BPK. Misalnya, ada daerah miskin dengan partisipasi masyarakat rendah, tetapi BPK memberikan opini atas laporan keuangannya dengan rapor WTP. Sebaliknya, ada daerah yang sejahtera dan tingkat partisipasi publik tinggi, tetapi BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian atau Disclimer. Sebetulnya, WTP pun tidak menjamin tak ada korupsi. Dan bukan berarti tidak mendapat WTP pasti ada korupsi,” ungkap politisi Gerindra ini.
 
 
BPK harus berbenah, membersihkan diri dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. BPK sangat dibutuhkan untuk menata keuangan negara yang transparan dan bersih. Ia juga menjadi tulang punggung pengawasan keuangan negara. Apalagi, saat ini keuangan negara telah melebihi Rp3.807 triliun. Nilai tersebut terdiri dari pusat Rp2.034 triliun, daerah Rp827 triliun, PAD Rp180 triliun, capex opex BUMN Rp1.587 triliun, dan plus penyimpangan yang terjadi oleh gagalnya perencanaan, mark-up, dan indeks kemahalan hingga lebih dari 20%.
 
 
Heri menyerukan, ke depan pimpinan BPK tidak lagi diisi oleh orang-orang berlatar parpol atau punya hubungan historis dengan parpol tertentu. “Ini penting untuk mengembalikan trust publik, yakni sesuatu terobosan yang tajam,” tandas Heri, singkat. Setelah kasus OTT ini, BPK dipastikan akan berjuang mengembalikan kepercayaan publik dengan melakukan reformasi institusi secara total dan sungguh-sungguh.
 
 
“BPK harus terus meng-upgrade auditornya sehingga menjadi individu yang berani, memiliki komitmen, dan konsistensi tinggi. Pintar saja tidak cukup agar tidak mudah digiring, didorong oleh tanda terima kasih,” kilah Heri lagi. (mh), foto : eka hindra/hr.
BERITA TERKAIT
Komisi XI dan Pemerintah Sepakati Asumsi Dasar Ekonomi RAPBN 2026
22-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi XI DPR RI menyepakati asumsi dasar ekonomi makro dalam Rapat Kerja (Raker) yang digelar pada Jumat...
Lonjakan Kenaikan PBB-P2 Dampak Pemangkasan DAU dan Tuntutan Kemandirian Fiskal
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Amin Ak menyoroti lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)...
Pidato Ambisius Presiden Harus Menjadi Nyata, Realistis, Terukur, dan Berpihak kepada Rakyat Kecil
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hanif Dhakiri mengatakan, pihaknya mendukung penuh target ekonomi Presiden Prabowo 2026...
Ekonomi Global Tak Menentu, Muhidin Optimistis Indonesia Kuat
15-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi global yang utamanya dipicu konflik di berbagai belahan dunia,...