PGSI Keluhkan Kebijakan Pemerintah Yang Memberatkan ke DPR
Komisi X DPR, Kamis (12/1/2017) menerima audiensi Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) di Gedung Nusantara I, Jakarta, Senayan. Dalam pertemuan tersebut ada beberapa hal yang di sampaikan rombongan PGSI terkait kebijakan pemerintah yang dirasa memberatkan.
“Ada beberapa point keluhan yang disampaikan, salah satunya adalah tentang adanya diskriminasi antara guru swasta dan negeri baik dari tunjangan maupun pembinaan karir yang berbeda,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah usai audiensi.
Lebih lanjut, mereka juga menyampaikan belum adanya komitmen kepala daerah di bidang pendidikan, terkait 20 persen dana APBD untuk pendidikan, inspassing dan sertifikasi yang dinilai Ferdi perlu dikolaborasi lebih lanjut.
Namun, lanjut Politisi fraksi Golkar itu, saat ini yang kerap menjadi persoalan lebih banyak adalah yang sifatnya operasional seperti sulitnya menerapkan kurikulum karena pergantian menteri yang terlalu cepat, keterlambatan buku pengangan untuk guru dan murid, UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer), serta syarat sulit unutk mencairkan Tunjangan Profesi Guru (TPG).
“Karena masalah ini lebih banyak yang operasional. Yang kita (DPR-red) butuhkan adalah data dimana masalah-masalah itu terjadi, kabupatennya dimana, gurunya ada dimana, berapa jumlahnya, itu yang kita butuhkan untuk bisa kritis kepada pemerintah bila disertai dengan data,”tuturnya.
Ditempat yang sama Ketua umum Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) Muhammad Fatah menyampaikan persoalan guru yang sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya, salah satunya terkait kesejahteraan guru swasta. Pihaknya mengatakan saat ini guru swasta yang mengajar di tingkat TK dan SD hanya mendapat gaji sebesar 100-150 ribu sementara yang ditingkat SMA/SMK mendapatkan 1- 1,5 juta.
Selain itu, Fatah juga menyampaiakn sulitnya mencairkan Tunjangan Profesi Guru (TPG) karena persyaratan yang memberatkan hingga menghambat, misalnya karena mengajar yang kurang dari 24 jam, rombongan belajar yang tidak mencapai 15 orang, mengajar kurang dari 24 jam.
“Persyarakatan itu memberatkan, misalnya saja rombel (romobongan belajar-red) yang minimal 15 orang ditempat kami yang terpencil sulit untuk mencari siswa belajar, belum lagi peraturan nilai Ujian Kompetensi Guru yang harus mencapai 80 ini sulit dicapai sehingga banyak guru yang sampai sekarang belum menerima TPG,”tuturnya.
Melalui Forum ini, pihaknya berharap Kebijakan pemerintah tidak hanya diprioritaskan untuk guru negeri saja tapi juga guru swasta. “Kami harap kesetaraan terhadap kami. komisi X selaku wakil rakyat bisa mengawal dan menfasilitasi agar seluruh guru mendapat perhatian tidak ada diskriminasi,”pungkasnya. (rnm), foto : kresno/hr.