Dewan Prihatin atas Putusan PN Sidoarjo terhadap Guru Samhudi

09-08-2016 / KOMISI X

Anggota Komisi X DPR Reni Marlinawati menyayangkan dan merasa prihatin atas putusan Majelis Hakim PN Sidoarjo, Jawa Timur terhadap Samhudi, guru yang bertugas di SMP Raden Rahmat, setelah dilaporkan orangtua siswa karena mencubit siswanya yang bernama Arif. Diketahui, majelis hakim PN Sidoarjo menjatuhkan vonis tiga bulan hukumam penjara dengan masa percobaan enam bulan terhadap guru SMP itu.

 

“Kami sangat menyesalkan dan menyayangkan vonis tersebut. Semestinya majelis hakim menerapkan keadilan substantif terhadap Guru Samhudi. Toh, diantara kedua belah pihak yakni orang tua dan guru telah terjadi islah atau perdamaian,” sesal Reni dalam rilis yang dikirim kepada Parlementaria, Selasa (9/08/2016).

 

Politisi F-PPP itu menilai, putusan hakim tersebut bisa menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan Indonesia. Langkah pendidik yang memberi nilai edukasi kepada anak didik dengan mengingatkan anak didik justru menjadi korban kriminalisasi. 

 

“Semestinya, para penegak hukum memiliki pemahaman yang sama terkait dengan esensi pendidikan ini. Apalagi, yang dilakukan guru dengan mencubit siswa bukan dengan tujuan menyakiti, tetapi untuk memberi edukasi,” tegas Reni.

 

Reni mengungkapkan, putusan ini juga akan berdampak negatif bagi guru. Guru akan memiliki sikap trauma saat menghadapi siswa yang memiliki perilaku yang berbeda dengan anak didik lainnya.

 

“Kekhawatiran akan adanya kriminalisasi sulit dihindari. Ekstremnya, bisa saja saat menghadapi siswa yang memiliki perilaku yang unik, guru akan melakukan pembiaran saja. Semoga kekhawatiran tersebut tidak terwujud,” imbuh Reni.

 

Politisi asal dapil Jawa Barat itu juga melihat, langkah orang tua murid yang melaporkan guru juga tidak memberi  nilai edukasi kepada anak. Pelaporan tersebut akan memberi dampak sikap arogan dan angkuh terhadap anak-anak.

 

Reni berharap, ke depannya agar persoalan seperti yang terjadi pada Samhudi di Sidoarjo ini tidak muncul kembali. Keberadaan Komite Sekolah harus lebih dikonkretkan fungsinya.

 

“Komunikasi antara tenaga pengajar, lembaga pendidikan dan orang tua siswa harus dilakukan secara terbuka, intensif dan saling melengkapi. Harapannya dengan cara ini, peristiwa semacam tersebut tidak terulang kembali,” harap Reni.

 

Sebagaimana diketahui, kasus ini bermula saat orang tua korban pada Februari 2016 melaporkan Samhudi ke polisi setelah tidak terima anaknya dicubit karena tidak mengikuti shalat duha. Kasus ini sempat menjadi perhatian publik. Seiring waktu, kedua belah pihak telah melakukan kesepakatan damai. Namun, proses hukum tetap berjalan, hingga membuahkan vonis tiga bulan hukuman penjara. (sf)/foto:azka/iw.

BERITA TERKAIT
Furtasan: Perlu Redesain Sekolah Rakyat agar Lebih Tepat Sasaran
20-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi X DPR RI menyoroti pelaksanaan program Sekolah Rakyat yang menjadi salah satu prioritas Presiden Prabowo...
Fikri Faqih Terima Aspirasi Forum Guru Honorer dan PPPK di Jateng, Berharap Solusi Atas Persoalan Kepegawaian
17-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keresahan tengah dirasakan ratusan guru honorer dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Jawa Tengah. Persoalan...
Once Mekel Apresiasi Terbitnya Permenkum Royalti, Fondasi Hukum Pertunjukan dan Musisi Nasional
17-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI, Elfonda Mekel, menyampaikan apresiasi atas terbitnya beleid Peraturan Menteri Hukum (Permenkum) Nomor...
Pidato Presiden Tempatkan Pendidikan, Kesehatan, dan Keadilan Sosial Fondasi Utama Indonesia Emas 2045
15-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyampaikan apresiasi yang tinggi atas pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia,...