DPR Tolak Penghapusan Tunjangan Profesi Guru
Dewan Perwakilan Rakyat, khususnya Komisi X DPR, secara tegas menolak rencana Pemerintah yang akan menghapus Tunjangan Profesi Guru (TPG) yang akan mulai diberlakukan mulai tahun depan. Rencana ini dianggap tidak sesuai dengan visi misi program Nawa Cita, maupun visi meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia.
Hal ini ditegaskan oleh Anggota Komisi X DPR Sutan Adil Hendra, saat dikonfirmasi oleh Parlementaria melalui telepon, Selasa (29/09/15). Sutan belum menemukan alasan yang jelas dari Pemerintah terkait rencana penghapusan TPG ini.
“Apabila Pemerintah akan menghapus Tunjangan Profesi Guru, saya rasa ini tidak sesuai lagi dengan janji-janji Presiden Joko Widodo. Saya tidak dapat mengakomodir alasan Pemerintah soal rencana ini, karena kita kan ingin meningkatkan mutu pendidikan,” tegas Sutan.
Politikus F-Gerindra ini juga melihat, dengan biaya hidup yang semakin mahal, dan dengan kondisi ekonomi yang kurang bersahabat, dikhawatirkan jika rencana ini direalisasikan, akan mempengaruhi kinerja para pendidik. Bahkan, imbasnya, akan mempengaruhi kualitas pendidikan Indonesia.
“Kita ingin pendidikan semakin baik, jadi kalau TPG dihapuskan, sementara sekarang saja kondisi pendapatan guru keci, sehingga ada yang mencari pekerjaan sampingan lain, seperti menjadi ojek, dan macam-macam lagi, tetapi kalau ada TPG, saya yakin gugur-guru ini akan mencintai pekerjaannya, karena ia mendapat imbalan yang pantas. Jadi Komisi X menolak rencana itu,” papar Sutan.
Politikus asal dapil Jambi ini mengingatkan, penghapusan TPG akan memberikan masalah tersendiri. Ia juga heran, padahal selama ini Komisi X selalu memperjuangkan hak-hak guru agar selalu dapat direalisasikan, namun Pemerintah malah mengurangi hak para guru.
“Ini tidak mencerminkan lagi nama citra Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla. Saya dengan tegas menolak tunjangan profesi guru dihapuskan,” tegas SAH, panggilan akrab Sutan.
Hal senada diungkapkan Ketua Komisi X Teuku Riefky Harsya di kesempatan yang berbeda. Riefky menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan Undang-undang Guru dan Dosen. UU Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa dalam jangka waktu paling lama 10 tahun sejak berlakunya UU Guru dan Dosen, guru yang belum memiliki sertifikasi pendidik wajib memenuhi sertifikat pendidik.
“Meroketnya harga harga kebutuhan pokok sudah cukup membebani biaya hidup para guru. Jadi, TPG tidak hanya perlu dipertahankan bahkan jika ada mekanisme baru yang bisa menambahkan penerimaan guru pun perlu dipertimbangkan oleh pemerintah,” tegas Riefky.
Politikus F-PD ini mengatakan, serapan anggaran terkait TPG, yang dilaporkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan per 31 Agustus 2015 baru Rp 2,6 triliun atau 45 persen dari total anggaran Rp 5,8 triliun.
“Hal ini menunjukkan sistem penyaluran tunjangan profesi belum tertata secara baik. Untuk itu perlu diperbaiki sistemnya,” imbuhnya.
Selain itu, lanjut politikus asal dapil Aceh ini, dari data jumlah guru 3 juta orang, baru 1,5 juta orang atau 52,41 persen yang tersertifikasi. Dalam rencana strategis Kemendikbud target guru yang tersertifikasi sebanyak 56 persen. (sf)/foto:jaka/parle/iw.