Komisi X Serap Masukan RUU Kebudayaan di Sumut

10-09-2015 / KOMISI X

Rancangan Undang-Undang (RUU) Kebudayaan yang sedang dirumuskan oleh Komisi X DPR RI, terus memperkaya masukan dan aspirasi dari para tokoh adat dan akademisi di daerah. Kali ini, Komisi X menyerap masukan berharga dari tokoh dan akademisi di Sumatera Utara (Sumut).

 

RUU Kebudayaan yang merupakan insiatif DPR ini, terus dimatangkan pembahasaannya setelah tiga periode keanggotaan DPR (15 tahun) tak kunjung bisa diundangkan. Bertempat di Kantor Gubernur Sumut, Rabu (9/9), tim kunjungan kerja (kunker) Komisi X mendapat masukan penting di Sumut yang sangat kaya dengan keragaman budayanya. Hadir dalam pertemuan tersebut Sekda Sumut, para kepala dinas, dosen, dan tokoh adat.

 

Nuroji yang juga Wakil Ketua Komisi X ini, kembali menjelaskan bahwa ada delapan pilar pembangunan kebudayaan di Indonesia. Pertama, katanya, penguatan hak kebudayaan. Kedua, pembangunan karakter bangsa. Ketiga, pelestarian sejarah. Keempat, pembinaan kesenian. Kelima, pengembangan industri kreatif. Keenam, penguatan diplomasi budaya.  Ketujuh, pengembangan pranata dan SDM kebudayaan. Dan terakhir, pengembangan sarana dan prasarana budaya.

 

“Dari beberapa pilar pembangunan kebudayaan di atas, kunjungan kerja ke Sumatera Utara ini paling tidak kami mengharapkan mendapat masukan penguatan hak berkebudayaan, pembangunan jati diri dan karakter bangsa melalui warisan sejarah Kesultanan Deli,” kata Nuroji dalam pertemuan tersebut.

 

Sekda Sumut Hasban Ritonga menjelaskan, di Sumut masing-masing etnis memiliki kearifan sendiri-sendiri. Ada delapan etnis di Sumut, yaitu Melayu, Batak Toba, Karo, Simalungun Pakpak, Angkola, Mandailing, Pesisir, dan Nias. Kedelapan etnis ini memiliki bahasanya masing-masing. Dan sudah ada Peraturan Gubernur untuk melindungi kekayaan etnis di Sumut ini.

 

Para budayawan di Sumut sangat mendukung lahirnya UU yang mengatur tentang kebudayaan ini untuk melindungi warisan kebudayaan nasional. Dengan UU ini ada payung hukum bagi pemerintah untuk bertindak menyelamatkan kearifan lokal. Ada sedikit masukan soal istilah dari tokoh dan budayawan Melayu. Kata ‘kebudayaan daerah’ dan ‘bahasa daerah’ dalam RUU ini mestinya diganti menjadi ‘kebudayaan etnik’ dan ‘bahasa etnik’.

 

Tim kunker Komisi X yang ikut hadir dalam pertemuan tersebut adalah Abdul Kharis Almasyhari (F-PKS), Sofyan Tan (F-PDI Perjuangan), Mujib Rohmat (F-PG), Sutan Adil Hendra (F-Gerindra), Ida Bagus Putu Sukarta (F-Gerindra), Jamal Mirdad (F-Gerindra), Lathifah Shohib (F-PKB), dan Reni Marlinawati (F-PPP). (mh) foto:mh/parle/ry

BERITA TERKAIT
Fikri Faqih Terima Aspirasi Forum Guru Honorer dan PPPK di Jateng, Berharap Solusi Atas Persoalan Kepegawaian
17-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keresahan tengah dirasakan ratusan guru honorer dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Jawa Tengah. Persoalan...
Once Mekel Apresiasi Terbitnya Permenkum Royalti, Fondasi Hukum Pertunjukan dan Musisi Nasional
17-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI, Elfonda Mekel, menyampaikan apresiasi atas terbitnya beleid Peraturan Menteri Hukum (Permenkum) Nomor...
Pidato Presiden Tempatkan Pendidikan, Kesehatan, dan Keadilan Sosial Fondasi Utama Indonesia Emas 2045
15-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyampaikan apresiasi yang tinggi atas pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia,...
Pendidikan Tulang Punggung Utama Menuju Indonesia Emas 2045
15-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, mengingatkan bahwa pendidikan adalah tulang punggung utama dalam...