Perekonomian Indonesia Rentan Dipengaruhi Faktor Non Ekonomis

30-11-2009 / BADAN ANGGARAN

 

         Perekonomian Indonesia rentan terkena dampak krisis dan tekanan buruk apabila kasus gagal bayar Dubai World tidak semakin membaik.        

         Demikian salah satu pendapat Pengamat Ekonomi UGM Sri Adiningsih di hadapan Badan Anggaran saat RDPU dengan Pengamat Ekonomi lainnya seperti Imam Sugema, Hendri Saparini dan Pengamat perminyakan Kurtubi, di Gedung Nusantara yang dipimpin oleh Ketua Badan Anggaran Harry Azhar Azis,di Gedung Nusantara I, Senin, (30/11).        

         Sri mengatakan, faktor non ekonomis domestik juga sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia seperti kasus Bibit Chandra, dan Century yang akan membawa dampak besar bagi perekonomian.        

         Selain itu, paparnya, momentum terbentuknya pemerintahan baru, dan program 100 hari pemerintah tidak jelas dan terkesan jalan sendiri, dimana pada akhirnya berdampak terhadap sektor infrastruktur.        

         Untuk target pertumbuhan, Sri menambahkan target pertumbuhan sebesar 5 persen akan sulit tercapai apabila tidak melihat perkembangan non ekonomis. "Devisa kita banyak yang jangka pendek hampir kurang lebih 50 persen devisa jangka pendek yang memiliki potensi buat instabilitas ekonomi secara makro,"katanya.        

         Pada kesempatan tersebut, Pengamat perminyakan Kurtubi mempertanyakan kinerja Menteri ESDM dan jajarannya yang tidak dapat mencapai target lifting minyak sebesar 1 juta BPH. "Kinerja jalan ditempat, terbukti pemerintah menargetkan 965 ribu barel perhari pada tahun 2010 padahal seharusnya bisa mencapai 1 juta, bila dilihat potensi minyak kita,"kata Kurtubi saat memberikan pemaparan di hadapan anggota Badan Anggaran        

         Menurut Kurtubi alasan anjloknya produksi minyak di Indonesia dikarenakan UU Migas  yang berbelit-belit. "Selain itu ada Pasal 31 UU Migas yang mencabut azas Lex specialis yang berlakukan pajak khusus artinya tidak dipajakkan setelah produksi,"paparnya.         

         Dia menambahkan, guna mengantisipasi hal tersebut pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan guna menghapus pajak. terlihat pemerintah tidak menyentuh masalah utamanya dimana seharusnya segera mencabut UU Migas. "Dampaknya nanti perusahan Migas dapat dikriminalisasi karena Peraturan Menteri Keuangan lebih rendah kekuatan hukumnya dibandingkan dengan UU Migas,"katanya.        

         Sebelumnya, papar Kurtubi, Pansus BBM juga telah merekomendasikan UU Migas untuk dicabut, dan ada 4 pasal UU Migas dicabut oleh keputusan MK. "Mana sampai sekarang usulan tersebut tidak pernah di cabut oleh pemerintah,"jelasnya.(si)       

BERITA TERKAIT
Rina Sa’adah: Target Defisit APBN 0 Persen di 2028 Realistis
20-08-2025 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Rina Sa'adah menilai target ambisius yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam...
Abdul Fikri Faqih: Pidato APBN Dapat Apresiasi, Tantangan Ada di Detail
20-08-2025 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Banggar DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menyebut bahwa implementasi pidato Presiden Prabowo Subianto tentang penyampaian Nota...
Legislator Dukung Penghapusan Tantiem dan Perbaikan Kinerja Di Lingkungan BUMN
20-08-2025 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Rina Sa’adah menilai langkah pemerintah untuk memperkuat peran perwakilan di BUMN...
Sampaikan Laporan Panja RUU P2 APBN 2024, Panja Beri Sejumlah Rekomendasi
19-08-2025 / BADAN ANGGARAN
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Wihadi Wiyanto menyampaikan laporan Panitia Kerja (Panja) RUU P2 APBN...