Petani Harus Mampu Produksi Pupuk Sendiri
Pupuk untuk pertanian kerap langka dan mahal. Para petani kesulitan mendapatkan pupuk ketika musim tanam mulai tiba. Selama ini petani dibuat ketergantungan dengan pupuk organik bersubsidi dari pemerintah.
“Mengapa kita tidak membina petani untuk bisa membuat pupuk sendiri di desanya dari kotoran sapi.” Demikian disampaikan Anggota Komisi IV DPR RI Siswono Yudo Husodo (F-PG), Rabu (23/7). Penyuplai pupuk organik selama ini adalah perusahaan-perusahaan BUMN besar. Petani harus mandiri. Jangan semuanya dari pemerintah, baik benih maupun pupuknya. Padahal, anggaran untuk pupuk bersubsidi sangat besar, mencapai Rp20 triliun pada 2014 ini.
Dengan membuat pupuk organik sendiri, tidak ada lagi biaya distribusi pupuk ke berbagai daerah. Ini merupakan penghematan besar. Di Tiongkok, pabrik pupuk berdiri di tengah desa, sehingga menghemat biaya transpor untuk distribusinya. “Di Indonesia, pupuk Sriwijaya di buat di Sumatera, kemudian dibawa ke Papua. Ongkos angkutnya lebih mahal daripada harga barangnya sendiri,” ungkap Siswono.
Dulu, di tahun 1950-an, sambung Siswono, para petani membuat pupuk sendiri dari kotoran ternak. Ketika teknologi traktor menggantikan tenaga kerbau dan sapi untuk membajak sawah, banyak ternaknya itu yang dijual, sehingga tidak ada lagi kotoran hewani sebagai bahan baku pupuk organik. (mh) foto: naefuroji/parle/hr