Indonesia Perlu Siapkan Industri Singkong

16-01-2014 / KOMISI IV
Singkong Indonesia dilirik China. Selain komoditas yang satu ini melimpah di Tanah Air, singkong Indonesia juga diakui China sangat baik kualitasnya. Untuk itu, Indonesia perlu segera menyiapkan infrastruktur industrinya, karena singkong bisa dijadikan bahan dasar gas etanol di China.
 
Wakil Ketua Komisi IV Herman Khaeron menyampaikan hal tersebut usai mendampingi Ketua DPR RI Marzuki Alie menerima Mr. Chai President of China Food Industry Corp, Kamis (16/1). Dalam pertemuan dengan Ketua DPR, Chai mengungkapkan, China tertarik pada produk singkong Indonesia yang ternyata sangat berkualitas. Singkong Indonesia diharapkan bisa menggantikan produk singkong Thailand yang selama ini masuk ke China.
 
Soal tawaran menarik ini, Herman berkomentar, “Kalau ada kekhususan kerja sama di bidang singkong, faktor utama dibanguan dulu pabriknya. Secara kultural, tanaman singkong sudah menjadi budaya masyarakat kita. Menjadi gaplek itu sudah biasa diproduksi masyarakat. Yang tidak biasa, dari gaplek menjadi tepung tapioka dan etanol.”
 
Menurut Herman, harus ada komitmen kuat untuk mengembangkan singkong menjadi kebutuhan industri. Singkong adalah komoditas yang biasa ditanam masyarakat Indonesia. “Jadi singkong ini bagian dari tanaman kultural. Kalau mau dikembangkan ke sektor industri, saya kira tinggal komitmen industrinya,” kata Herman.
 
Pengembangan tanaman singkong menjadi tanaman industri tentu akan memberi nilai tambah petani kita. Hanya saja, lanjut Herman, untuk tanaman singkong tidak bisa dibuka areal khusus, karena sudah dibatasi oleh tanaman kultural, seperti padi dan jagung. “Secara budaya kita punya pola tanam tertentu. Padi menjadi tanaman utama. Yang kedua jangung, dan yang ketiga sektor holtikultura.”
 
Sementara mengomentari kerja sama investasi di bidang CPO dengan China, menurut Herman, ini bisa menjadi sebuah terobosan baru. Selama ini, kerja sama CPO hanya business to business(B to B) dengan menjual CPO ke pasar Eropa atau Amerika. Butuh regulasi baru soal ini. “Selama ini CPO dibangun secara B to B. Saya kira harus ada regulasi baru. Kami sedang merevisi UU perkebunan,” ungkap Herman.
 
Bila ada kerja sama investasi CPO antarnegara, maka perlu ada pengawasan yang ketat. Soal pembukaan lahan baru untuk kerja sama investasi ini kemungkinan besar harus membuka kembali areal hutan yang dikuasai Kemenhut. Ada mekanisme tersendiri bahwa untuk lahan-lahan potensial dan pengembangan budidaya yang menguntungkan bagi rakyat, Kemenhut masih bisa membuka areal hutannya. “Selama ini, sebagian besar pengembangan CPO merupakan alih fungsi dari kawasan hutan. Dan ini melalaui mekanisme tata ruang wilayah provinsi.”(mh)/foto:rizka/parle/hr.
BERITA TERKAIT
Stok Beras Melimpah tapi Harga Tetap Mahal, Daniel Johan: Sangat Ironi!
15-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Belum lama ini Ombudsman RI yang mengungkap temuan adanya tumpukan beras impor tahun 2024 lalu yang sebagian...
Komisi IV Dorong Peningkatan Fasilitas dan Infrastruktur di PPI Tanjung Limau Bontang
13-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi IV DPR RI mendorong peningkatan fasilitas dan infrastruktur di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tanjung Limau, Kota...
Maros Strategis sebagai Sentra Produksi Beras Nasional
13-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Maros - Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Haryadi menegaskan bahwa Sulawesi Selatan, khususnya Kabupaten Maros, memegang peran...
Pupuk Kaltim Diminta Maksimalkan Manfaat untuk Petani Lokal dan Penyuluh
12-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Bontang - Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet, meminta PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) untuk meningkatkan kontribusi langsung bagi...