Pemerintah Diminta Kaji Ulang SIBI Sebagai Bahasa Isyarat Tuna Rungu

06-01-2014 / KOMISI VIII

Anggota Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily meminta pemerintah mengkaji ulang penggunaan SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) yang diterapkan pemerintah untuk para tuna rungu. Pasalnya, setelah mendapat laporan dari para penyandang tuna rungu yang tergabung dalam PPDI (Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia)beberapa waktu lalu, para tuna rungu merasa kesulitan menggunakan SIBI, yang menurut mereka lebih membingungkan atau lebih “ribet”. Para tuna rungu lebih memilih menggunakan BISINDO atau bahasa isyarat Indonesia yang menjadi bahasa Isyarat mereka.

“Pada dasarnya bahasa itu tergantung dari apa dan siapa yang menggunakannya. Jika standarisasi penggunaan bahasa SIBI oleh pemerintah tidak bisa digunakan dan tidak bisa dimengerti oleh teman-teman tuna rungu, maka sudah seyogyanyalah pemerintah mengkaji ulang kebijakan penetapan SIBI sebagai bahasa Isyarat oleh Kemendiknas untuk bahan ajar di sekolah luar biasa (SLB),”jelas Ace, Senin (6/1).

Ditambahkannya, akan sia-sia jika pemerintah tetap mempertahankan kebijakan tersebut, karena sesungguhnya bahasa isyarat tersebut diperuntukkan bagi para tuna rungu untuk memudahkan mereka berkomunikasi satu sama lain, dan berkomunikasi dengan orang lain.

“Syukur Alhamdulillah keinginan teman-teman dari PPDI termasuk teman tuna rungu untuk mer revisi UU No.4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat atau disabilitas ini masuk dalam prolegnas (Program legislasi nasional) tahun 2014. Semoga apa yang diharapkan teman-teman tuna rungu tentang bahasa isyarat yang mereka pahami dan biasa mereka gunakan juga bisa terakomodir di dalamnya,”ungkap politisi dari Fraksi Partai Golkar ini.

Untuk diketahui perbedaan metode SIBI dengan Bisindo itu sangat mendasar. SIBI menggunakan satu tangan untuk berkomunikasi dengan mengartikan per kata. Sedangkan, bahasa isyarat Indonesia (Bisindo)yang direkomendasikan dalam konferensi penyandang cacat Asean di Jakarta pada Desember 2011 lalu menggunakan dua tangan dan orang normal (non tuna rungu) pun dapat dengan mudah berkomunikasi. Misalnya, untuk mengatakan aku ingin berlari, jika SIBI diartikan dengan satu tangan dan perkata, namun dalam Besindo, untuk mengatakan itu hanya menggerakkan kedua tangan sebagaimana orang berlari.(Ayu), foto : wahyu utomo/parle/hr.

BERITA TERKAIT
Maman Imanulhaq Dorong Kemenag Perkuat PAUD Qu’ran
14-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq mendorong Kementerian Agama (Kemenag) untuk memperkuat posisi Pendidikan Anak Usia...
Legislator Komisi VIII Dorong Peningkatan Profesionalisme Penyelenggaraan Haji
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Surabaya - Anggota Komisi VIII DPR RI Inna Amania menekankan pentingnya efektivitas dan profesionalisme dalam penyelenggaraan ibadah haji. Hal...
Selly Andriany Ingatkan Pentingnya Harmoni Sosial Pasca Perusakan Rumah Doa di Sumbar
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Menanggapi insiden perusakan rumah doa umat Kristiani di Sumatera Barat, Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany...
Selly Andriany Minta Penindakan Tegas atas Perusakan Rumah Doa GKSI di Padang
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, menyayangkan aksi intoleransi yang terjadi di Padang, Sumatera Barat,...