Negara Wajib Lindungi Jemaah Haji dan Umrah Mandiri

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Singgih Januratmoko saat diwawancara Parlementaria di komplek Senayan, Jakarta, Jum’at (22/8/2025). Foto: Oji/vel
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Singgih Januratmoko menegaskan pentingnya kehadiran negara dalam memberikan perlindungan terhadap jemaah haji dan umrah mandiri. Hal ini disampaikan dalam pembahasan revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang saat ini sedang digodok DPR bersama pemerintah.
Menurut Singgih, regulasi mengenai haji dan umrah mandiri perlu dimasukkan dalam aturan hukum agar jamaah yang berangkat di luar skema reguler tetap memiliki kepastian perlindungan. “Intinya kita bermaksud melindungi setiap warga negara yang melaksanakan ibadah haji atau umrah supaya tidak terlantar. Kalau ada masalah, negara bisa turun tangan. Tapi kemarin belum bisa karena memang aturannya belum ada,” ujar Singgih yang merupakan ketua Panja RUU Perubahan Ketiga UU No.8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Ia menjelaskan, fenomena jemaah mandiri muncul seiring dengan kebijakan digitalisasi yang diterapkan Pemerintah Arab Saudi. Jamaah kini bisa mendaftar secara langsung melalui aplikasi resmi tanpa melalui jalur biro perjalanan.
Kondisi ini membuat jemaah Indonesia yang berangkat secara mandiri rawan tidak terdata. “Walaupun mereka tidak daftar lewat jalur resmi, itu kewajiban kita untuk melindungi mereka. Makanya kita masukkan dalam RUU agar ada dasar hukum,” tegas Singgih saat ditemui Parlementaria di komplek Senayan, Jakarta, Jum’at (22/8/2025).
Singgih juga menyoroti pentingnya sistem digitalisasi yang terintegrasi dengan otoritas Saudi. Nantinya, seluruh jamaah, baik reguler maupun mandiri, diwajibkan terdaftar secara online. “Kalau tidak dimasukkan dalam aturan, pemerintah bisa saja lepas tangan seperti selama ini. Dengan regulasi yang jelas, pemerintah wajib memastikan jamaah mandiri tetap ada pelaporan dan terlindungi,” jelasnya.
Lebih lanjut, DPR menekankan bahwa langkah ini merupakan bentuk kehadiran negara dalam memastikan pelayanan ibadah berjalan dengan asas keadilan. “Negara tidak boleh lepas tangan. Nantinya kementerian terkait harus membuat aturan teknis bagaimana jemaah mandiri tetap terlindungi, baik dari sisi administrasi maupun keselamatan selama perjalanan ibadah,” pungkasnya. (fa/aha)