Peran Pemerintah dan Aturan Upah dalam RUU PPRT
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga dalam Rapat Panja Penyusunan RUU tentang PPRT di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025). Foto: Geraldi/vel
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga menekankan pentingnya memperjelas peran pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Menurutnya, keterlibatan pemerintah daerah, khususnya dinas ketenagakerjaan, harus dipastikan sejak tahap awal perjanjian kerja.
"Peran pemerintah harus jelas. Misalnya, perjanjian kerja wajib dilaporkan kepada dinas ketenagakerjaan kabupaten, kota, atau provinsi. Karena mereka juga akan menjadi pengawas, termasuk meneliti jam kerja," ujar Umbu dalam Rapat Panja Penyusunan RUU tentang PPRT di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Ia menegaskan bahwa aturan mengenai upah dan lembur juga harus dituangkan secara detail dalam RUU PPRT. Hal ini dinilainya penting karena pekerja rumah tangga bekerja di ruang privat yang rawan terjadi pelanggaran.
"Upah harus ditentukan minimal sesuai UMR, dan lembur juga harus jelas aturannya. Karena kita bicara tentang pekerjaan di ruang privat, harus ada lembaga yang mengawasi dan menyelesaikan perselisihan," tambahnya.
Politisi Fraksi Partai Golkar itu juga mengingatkan potensi eksploitasi dari pihak penyalur tenaga kerja. Ia menolak praktik pemotongan upah pekerja untuk biaya jasa penyalur, yang kerap memberatkan pekerja rumah tangga.
"Penyalur tidak boleh memotong upah pekerja. Kalau ada biaya jasa, harus dibebankan kepada pemberi kerja, bukan diambil dari gaji pekerja. Jangan sampai ada pemotongan berlebihan yang membebani pekerja rumah tangga," tegasnya. (gal/aha)