Achmad Basarah Minta BNPT Waspadai Efek Konflik Global, Potensi Solidaritas Ekstrem

Anggota Komisi XIII DPR RI Ahmad Basarah dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala BNPT terkait Laporan Keuangan Pemerintah Pusat APBN TA 2024, di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta, Rabu (17/7/2025). Foto: Runi/vel
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi XIII DPR RI Ahmad Basarah mengingatkan BNPT untuk mewaspadai potensi munculnya kembali aksi terorisme akibat pengaruh situasi global, seperti konflik Palestina. Ia menyebut peristiwa tersebut bisa menjadi "sumbu pendek" yang membangkitkan solidaritas ekstrem dan berujung pada aksi kekerasan.
"Itu adalah sumbu pendek yang bisa membangkitkan solidarisme Islam, yang pada titik tertentu melahirkan gerakan-gerakan ekstrem. Kita bisa bayangkan di akar rumput, terutama mereka yang memang masuk kategori kelompok Islam garis keras," ungkapnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala BNPT terkait Laporan Keuangan Pemerintah Pusat APBN TA 2024, di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta, Rabu (17/7/2025).
Basarah menegaskan bahwa kelompok-kelompok ekstrem tersebut mungkin saat ini belum muncul ke permukaan, namun mereka tetap aktif secara klandestin.
"Sekarang ini memang masih belum muncul ke permukaan. Mereka bekerja secara klandestin. Tapi begitu produk mereka jadi, jangan kaget kalau tiba-tiba BNPT harus menangani aksi bom bunuh diri di sana-sini dan lain sebagainya," jelasnya.
Ia pun menegaskan bahwa dukungan politik DPR terhadap BNPT akan terus diberikan agar lembaga tersebut dapat bekerja lebih efektif, terutama dalam aspek pencegahan.
"Kami mendorong dan memberikan dukungan politik kepada BNPT agar bisa bekerja lebih efektif lagi dalam rangka melakukan pencegahan-pencegahan," tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Basarah juga menyoroti ancaman brainwashing terhadap anak muda melalui media sosial. Ia mengingatkan BNPT untuk lebih sigap dalam menangkal penyebaran ideologi radikal yang menyasar generasi muda secara digital.
"Pelaku terorisme itu pada umumnya anak muda usia 18–24 tahun. Itu yang disebut dengan jihadis digital. Mereka cukup nonton YouTube dua jam bisa berubah jadi teroris. Tapi untuk menyembuhkan mereka bisa butuh dua tahun. Itu kata Ali Imron, mantan teroris pelaku Bom Bali," tegasnya.
Ia pun mendesak BNPT meningkatkan literasi digital, serta menyasar generasi muda dengan program kontra-radikalisasi yang lebih masif dan adaptif dengan teknologi. Basarah menutup pernyataannya dengan mengingatkan agar BNPT tidak lengah hanya karena situasi saat ini tampak tenang.
"Akhir-akhir ini aksi terorisme tidak muncul ke permukaan. Tapi bukan berarti tidak ada konsolidasi di antara mereka sendiri," pungkasnya. (hal/aha)