Komisi III Serap Masukan RUU KUHAP di Yogyakarta, Soroti Penyidik BNN hingga Whistleblower
Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil saat Kunjungan Kerja Spesifik di Mapolda DIY, Rabu (2/7/2025). Foto: Singgih/vel
PARLEMENTARIA, Yogyakarta - Komisi III DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam rangka menyerap aspirasi dan masukan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Dalam pertemuan yang berlangsung di Mapolda DIY, sejumlah isu strategis mencuat, mulai dari peran penyidik di BNN hingga perlindungan bagi whistleblower.
Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil mengungkapkan bahwa pertemuan ini memperkaya substansi RUU KUHAP yang sedang dibahas di parlemen.
“Alhamdulillah, pertemuan di Mapolda Yogyakarta ini memberikan sejumlah masukan penting, terutama dari BNNP (Badan Narkotika Nasional Provinsi) mengenai urgensi memasukkan penyidik BNN sebagai bagian dari penyidik tertentu dalam hukum acara pidana,” ungkap Nasir, usai pertemuan, Rabu (2/7/2025).
Selain itu, Kejaksaan turut menyuarakan pentingnya memperkuat prinsip dominus litis, yaitu kewenangan penuh jaksa dalam penuntutan perkara. Sejumlah isu lainnya juga menjadi perhatian, seperti mekanisme penyitaan, kedudukan justice collaborator, saksi pelaku atau saksi mahkota, hingga pengaturan tentang whistleblower.
“Bahkan juga nanti akan diatur soal whistleblower dan bolak-balik perkara antara penyidik dengan penuntut. Hal-hal seperti ini akan sangat berguna untuk mematangkan revisi KUHAP yang tengah disusun oleh DPR,” jelas Nasir.
Masukan juga disampaikan oleh Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, serta BNN Provinsi DIY. Komisi III menilai dialog dengan para pemangku kepentingan di daerah penting untuk memastikan pembaruan KUHAP mampu menjawab tantangan hukum modern serta menjunjung tinggi prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia.
RUU KUHAP merupakan upaya strategis DPR RI untuk merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 yang telah berlaku selama lebih dari empat dekade. Pembaruan ini diharapkan menghadirkan sistem peradilan pidana yang lebih efektif, responsif, dan relevan dengan perkembangan zaman. (skr/aha)