Adi Wiryatama Dorong Perumusan UU Kehutanan Baru: Bukan Lagi Sekadar Revisi!

26-05-2025 / KOMISI IV
Anggota Komisi IV DPR RI sekaligus anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Kehutanan, I Nyoman Adi Wiryatama. Foto : Istimewa/Andri

PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI sekaligus anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Kehutanan, I Nyoman Adi Wiryatama, mendorong perlunya pembentukan undang-undang kehutanan yang baru, menggantikan pendekatan revisi parsial terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

 

Menurut Politisi Fraksi PDI Perjuangan ini, kondisi kehutanan saat ini telah berkembang jauh, lebih kompleks dibanding dua dekade lalu. Oleh karena itu, ia menilai revisi terbatas tidak lagi relevan untuk menjawab tantangan kontemporer yang dihadapi sektor kehutanan nasional.

 

“Perkembangan kebutuhan kehidupan terhadap hutan saat ini sudah sangat kompleks. Bukan hanya soal tata kelola dan pemanfaatan, tapi juga tentang keberadaan manusia, hak masyarakat adat, ancaman krisis iklim, hingga perdagangan karbon. Revisi parsial tidak lagi cukup,” tegas Adi Wiryatama dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria, di Jakarta, Senin (26/5/2025).

 

Sebagai tokoh masyarakat Bali, Adi menekankan pentingnya perubahan paradigma dalam memahami hutan. Ia menyatakan bahwa hutan tidak bisa lagi dipandang sebagai entitas yang terpisah dari manusia, terutama komunitas lokal dan masyarakat adat yang telah lama hidup berdampingan dengan kawasan hutan.

 

“Selama ini hutan dipandang terpisah dari manusia. Padahal banyak komunitas lokal dan adat yang justru menjadi penjaga terbaik hutan. Mereka harus diakui secara hukum sebagai subjek penting dalam pengelolaan hutan,” ujarnya.

 

Dalam usulannya, Adi menyarankan agar undang-undang baru bertajuk Undang-Undang tentang Kehutanan dan Pengelolaannya setidaknya mencakup empat aspek utama, yakni:

 

  1. Kejelasan prosedur dan penguatan hak masyarakat hukum adat (MHA);
  2. Mekanisme partisipatif dalam pelibatan masyarakat sekitar hutan;
  3. Kerangka hukum yang adaptif terhadap perubahan iklim dan perdagangan karbon;
  4. Penataan ulang izin usaha dan sanksi berbasis tanggung jawab ekologis.

 

Selain itu, Adi juga menyoroti pentingnya integrasi antara pelestarian hutan dan sektor pariwisata, khususnya di wilayah-wilayah yang memiliki hutan pesisir seperti Bali dan Nusa Tenggara.

 

“Kita tidak bisa lagi memisahkan kehutanan dari pariwisata alam. Justru potensi terbesar kita adalah ekowisata berbasis pelestarian, dengan pelibatan aktif masyarakat lokal sebagai pengelola dan penerima manfaat langsung,” jelasnya.

 

Ia pun menegaskan bahwa tanpa perubahan pendekatan hukum yang menyeluruh, pengelolaan hutan Indonesia akan terus tertinggal dari dinamika global dan kebutuhan keberlanjutan jangka panjang.

 

“Undang-undang baru harus berpihak pada keberlanjutan, keadilan ekologis, dan kedaulatan rakyat atas ruang hidupnya,” pungkas Adi Wiryatama. (rdn)

BERITA TERKAIT
Stok Beras Melimpah tapi Harga Tetap Mahal, Daniel Johan: Sangat Ironi!
15-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Belum lama ini Ombudsman RI yang mengungkap temuan adanya tumpukan beras impor tahun 2024 lalu yang sebagian...
Komisi IV Dorong Peningkatan Fasilitas dan Infrastruktur di PPI Tanjung Limau Bontang
13-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi IV DPR RI mendorong peningkatan fasilitas dan infrastruktur di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tanjung Limau, Kota...
Maros Strategis sebagai Sentra Produksi Beras Nasional
13-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Maros - Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Haryadi menegaskan bahwa Sulawesi Selatan, khususnya Kabupaten Maros, memegang peran...
Pupuk Kaltim Diminta Maksimalkan Manfaat untuk Petani Lokal dan Penyuluh
12-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Bontang - Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet, meminta PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) untuk meningkatkan kontribusi langsung bagi...