MK Diskualifikasi Calon Kepala Daerah, Indrajaya Minta DKPP Periksa KPU-Bawaslu

26-02-2025 / KOMISI II
Anggota Komisi II DPR RI Indrajaya. Foto : Dok/Andri

PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Indrajaya menyoroti putusan akhir PHPU di MK yang memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah daerah. Perintah Pemungutan Suara Ulang (PSU) itu disebabkan karena calon kepala daerah didiskualifikasi akibat ketidakabsahan status pencalonan.

 

"Ini murni karena keteledoran KPU dan Bawaslu. DKPP harus memproses, menjadikan informasi ini sebagai laporan, dan menyidangkannya," pinta Indrajaya dalam keterangan rilisnya yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Rabu (26/02/2025).

 

Pilkada yang diperintahkan PSU, di antaranya adalah putusan diskualifikasi Calon Wakil Bupati Pasaman Sumatera Barat, Calon Wakil Bupati Tasikmalaya, Calon Wakil Gubernur Papua, dan secara khusus terhadap Calon Bupati Boven Digoel, Papua Selatan.

 

"Putusan MK sangat memprihatinkan, harusnya pemeriksaan administrasi pencalonan sudah beres pada saat pendaftaran di KPU," terang Politisi Fraksi PKB itu.

 

Menurutnya, peristiwa serupa berulang dalam setiap pilkada. Merujuk pada asas-asas kode etik penyelenggara pemilu, disengaja atau tidak disengaja KPU dan Bawaslu harus bertanggung jawab. Bila disengaja jelas pelanggaran hukum, bila tidak disengaja, kategorinya tidak profesional, tidak cermat alias teledor. Maka, keduanya harus diberi sanksi tegas.

 

Legislator asal Papua Selatan ini mencontohkan Putusan MK untuk PSU di Kabupaten Boven Digoel tanpa mengikutsertakan Calon Bupati Petrus Ricolombus Omba yang didiskualifikasi meski telah dinyatakan menang oleh KPU Boven Digoel.

 

"Mestinya status calon bupati Petrus Ricolombus Omba sebagai mantan terpidana di Pengadilan Militer dapat diketahui sedari pendaftaran. Ini aneh, ada kesan ditutup-tutupi, dan ada kesan tidak konsultasi bila tidak paham, ini tidak patut," tegasnya.

 

Yang harus diperhatikan, akibat putusan ini tidak hanya menyangkut paslon, tapi masyarakat pendukung. Mestinya penyelenggara pemilu lebih peka akibat yang terjadi. Dia berharap masyarakat Papua Selatan bisa menerima putusan MK meski terselip kekecewaan.

 

"Saatnya bersatu membangun wilayah otonomi baru ini lebih maju diwarnai persaudaraan," saran Indra.

 

Indra mengingatkan, putusan MK itu final dan mengikat (final and binding) alias tidak ada upaya lain setelah putusan PHPU. "Ini jelas keteledoran KPU dan Bawaslu di tingkat kabupaten, kota dan provinsi itu, maka kami berharap penyelenggara di atasnya dapat melapor ke DKPP. Jangan sampai kejadian serupa terus terulang, hanya keledai yang berulang jatuh ke lubang yang sama," pungkasnya. (gal/rdn)

BERITA TERKAIT
Legislator Ingatkan Pemda Tak Gunakan Kenaikan Pajak untuk Dongkrak PAD
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus menegaskan komitmennya dalam mengawasi kebijakan pemerintah daerah (pemda) yang berdampak...
Pemberhentian Kepala Daerah Ada Mekanisme yang Sudah Diatur Undang-Undang
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong menjelaskan bahwa untuk memberhentikan Kepala daerah sama dengan pengangkatannya,...
Situasi Pati Telah Kondusif, Saatnya Energi Pemda Fokus untuk Pembangunan
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Polemik yang terjadi di Pati mulai mereda, khususnya usai pembatalan kenaikan PBB dan permohonan maaf dari Bupati...
Belajar dari Kasus di Pati, Jangan Ada Jarak Kepala Daerah dan Rakyatnya
14-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menilai kasus yang terjadi di Pati, Jawa Tengah antara kepala...