Rendahnya Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan bagi Pekerja Informal

Anggota Komisi IX DPR RI Ashabul Kahfi saat mengikuti RDP dengan Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2/2025). Foto: Geraldi/vel
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Ashabul Kahfi menyoroti terkait rendahnya pekerja informal, rekomendasi ulang, serta kurangnya edukasi dan sosialisasi pada kepesertaan BPU. Hal ini dilakukan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan. Tingkat kepesertaan pekerja informal dalam BPJS Ketenagakerjaan masih sangat rendah.
“Data yang Bapak sebutkan di halaman 13 hanya 0,80 persen pekerja informal yang terdaftar dalam program JHT dan 11,81 persen dalam program JKK dan JKM. Saya kira ini angka yang sangat memprihatinkan mengingat ada 83,82 juta jiwa pekerja berada di sektor informal. Jadi ini sangat memprihatinkan,” ujarnya dalam RDP dengan Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Dalam jumlah angka yang kecil pada pekerja informal ini menunjukkan kurangnya efektivitas regulasi yang ada. Kahfi mengungkapkan perlu adanya strategi insentif untuk meningkatkan kepesertaan. Hal ini dapat dilakukan seperti subsidi iuran, sistem pembayaran yang fleksibel, dan integrasi dengan program bantuan sosial.
“Karena kalau kita lihat jumlah yang begitu besar, kemudian yang dicapai belum sampai 1% pun, ini kan sangat memprihatinkan. Kemudian selanjutnya juga, data 83,82 juta ini data dari mana Bapak ambil ini? Jadi perlu jelas datanya dari mana. Nah, saran saya perlu ada strategi insentif khusus bagi pekerja informal. Misalnya, subsidi iuran bagi kelompok rentan. Kemudian sistem pembayaran yang lebih fleksibel atau integrasi kepesertaan dengan program bantuan sosial lainnya. Itu yang pertama, Pak,” tegasnya.
Selain itu, munculnya kritik terhadap rekomendasi kepersertaan JHT bagi BPU yang bersifat wajib. Hal ini dikarenakan kebijakan yang dinilai berpotensi membebani pekerja informal yang tidak memiliki penghasilan tetap. Politisi Fraksi PAN ini menyarankan agar kepesertaan bersifat semi-wajib dengan skema yang lebih fleksibel agar tidak menambag beban ekonomi mereka.
“Ada rekomendasi kepesertaan JHT bagi BPU yang bersifat wajib. Saya kira rekomendasi ini perlu dikaji ulang, karena ini akan menimbulkan masalah baru jika tidak diiringi dengan mekanisme yang mempermudah kepesertaan. Kenapa? Karena banyak pekerja informal yang tidak memiliki penghasilan tetap. Nah, rekomendasi saya, tidak perlu wajib, mungkin kita pakai semi wajib saja sehingga tidak terlalu meningkat,” tutur Kahfi.
Hal lain yang menjadi perhatian adalah kurangnya edukasi dan sosialisasi mengenai BPJS Ketenagakerjaan. Banyak pekerja informal yang belum memahami manfaat perlindungan dari BPJS Ketenagakerjaan karena lebih familiarnya BPJS Kesehatan. Kahfi menekankan perlu melakukan sosialisasi lebih masif agar program ini dapat menjangkau lebih banyak pekerja informal.
“Masyarakat itu lebih familiar dengan BPJS Kesehatan daripada BPJS Ketenagaan Kerjaan. Sehingga, saran saya, dan ini kenapa tidak menjadi salah satu poin rekomendasi Bapak dia, saya harusnya masuk ini, Pak. Karena ini program perlu disosialisasikan secara masif, perlu informasi yang sifatnya edukasi kepada masyarakat, khususnya pekerja informal. Bahwa betapa pentingnya para pekerja informal ini ter-cover masuk di BPJS Ketenagaan Kerjaan. Paling tidak untuk men-cover mereka, mereka yang budidaya kentang, petani, buru, nelayan, apalagi hari ini kan cuaca sangat ekstrim, bencana terjadi di mana-mana. Nah, mereka belum mendapat perlindungan sama sekarang,” tambahnya.
Dengan jumlah pekerja informal yang besar dan cakupan kepesertaan yang masih minim, Ashabul Kahfi berharap untuk segera mengambil langkah strategis agar lebih banyak pekerja informal yang mendapatkan perlindungan sosial melalui BPJS Ketenagakerjaan. (nv,gal/aha)