Komisi VII Bahas Perubahan UU Kepariwisataan, Soroti Infrastruktur dan Investasi

17-02-2025 / KOMISI VII
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga, saat RDPU dengan para pakar di bidang pariwisata di Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (17/2/2025). Foto: Farhan/vel

PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi VII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para pakar di bidang pariwisata di Nusantara I, Senayan, Jakarta, pada Senin (17/2/2025), membahas perubahan Undang-Undang Kepariwisataan. Dalam rapat tersebut, Komisi VII menyoroti sejumlah permasalahan utama, termasuk pengaturan investasi, pembangunan infrastruktur, serta peran pemerintah dalam mendukung sektor pariwisata.

 

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga, menegaskan bahwa perubahan undang-undang harus mempertimbangkan norma hukum yang lebih adaptif. Ia juga menekankan pentingnya pemisahan antara aturan teknis yang dapat diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan norma besar yang harus dimasukkan dalam undang-undang.

 

“Kita harus menentukan sejak awal, mana yang masuk dalam UU dan mana yang cukup diatur dalam PP. Norma besar ada dalam UU, sementara hal-hal teknis dapat diserahkan ke PP,” ujar Lamhot.

 

Sorotan Terhadap Infrastruktur dan Investasi

 

Salah satu isu utama yang disoroti adalah minimnya dukungan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur dasar di kawasan pariwisata. Lamhot mencontohkan kasus kawasan wisata Sibisak seluas 380 hektare yang telah mendapatkan komitmen investasi puluhan triliun rupiah untuk membangun hotel bintang lima dan bandara private jet. Namun, karena infrastruktur dasar yang dijanjikan pemerintah belum terealisasi, investasi tersebut terancam batal.

 

“Sudah lebih dari tiga tahun tidak ada realisasi infrastruktur, padahal ada komitmen investasi besar di sana. Kalau tahun ini tidak ada kepastian, investor akan mundur,” tegasnya.

 

Selain infrastruktur, regulasi tentang kepemilikan tanah bagi investor juga menjadi kendala. Saat ini, aturan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) membatasi hak guna tanah untuk pariwisata hanya 30 tahun, sementara investor menginginkan minimal 50 tahun. Padahal, Undang-Undang Cipta Kerja sudah memungkinkan perpanjangan hingga 90 tahun untuk mendukung investasi jangka panjang.

 

Indeks Pariwisata Naik, Anggarannya Turun

 

Dalam rapat, DPR juga menyoroti tren menurunnya anggaran Kementerian Pariwisata dari Rp5 triliun beberapa tahun lalu menjadi sekitar Rp729 miliar pada 2025. Namun, meski anggaran berkurang, indeks pariwisata Indonesia justru meningkat dari peringkat 40 ke posisi 22 dunia.

 

“Ini menunjukkan bahwa besaran anggaran tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan sektor pariwisata. Namun, kita tetap harus mencari formula terbaik agar industri ini bisa tumbuh tanpa terlalu bergantung pada APBN,” ujar Lamhot.

 

Komisi VII DPR RI berharap masukan dari para pakar dapat membantu menyusun revisi UU Kepariwisataan yang lebih adaptif, memberikan kepastian hukum bagi investor, serta mendorong pengembangan sektor pariwisata yang lebih berkelanjutan. (ssb/aha)

BERITA TERKAIT
Komisi VII Minta Pemerintah Perluas Keterlibatan UMKM dalam Program MBG
08-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Chusnunia Chalim, mendorong pemerintah untuk memperluas keterlibatan pelaku Usaha Mikro, Kecil,...
Komisi VII Dorong Skema Royalti Lagu Diatur Ulang
07-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty menyoroti pentingnya perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) namun...
Khawatir Status UNESCO Dicabut, Kaji Ulang Izin Resort di TN Komodo
05-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty meminta Kementerian Kehutanan (Kemenhut) untuk mengkaji ulang pemberian Izin...
Apresiasi Pertumbuhan Ekonomi, Sektor Industri Harus Jadi Lokomotif Pemerataan
05-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI, Ilham Permana, menyampaikan apresiasi atas capaian pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12 persen...