Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Seksual, DPR Dapat Perkuat Kebijakan dan Sinergi Multipihak

30-12-2024 / LAIN-LAIN
Foto bersama para pembicara dengan peserta usai diskusi dalam Indonesia Opinion Festival (IOF) 2024 di Kantin Demokrasi, Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (30/12/2024). Foto: Mentari/vel

PARLEMENTARIA, Jakarta – Kasus kekerasan seksual di Indonesia terus menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. Di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melapor, muncul tantangan baru terkait penanganan yang belum maksimal, terutama di tingkat regulasi dan layanan pendukung. 

 

Diskusi dalam Indonesia Opinion Festival (IOF) 2024 di Kantin Demokrasi, Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (30/12/2024), menghadirkan para pakar yang membahas langkah-langkah konkret untuk memperkuat perlindungan perempuan dan membangun sistem yang lebih responsif.

 

Evandri Pantouw, Direktur Indexalaw-Lexicon, menyoroti tantangan dalam implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang disahkan dua tahun lalu. Menurutnya, pelaksanaan di lapangan masih menghadapi hambatan besar, seperti keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan minimnya fasilitas layanan terpadu di daerah.

 

“Bayangkan satu kantor hanya memiliki dua orang yang menangani dua kasus sekaligus dalam satu hari. Ini belum termasuk proses administrasi yang memakan waktu dan tenaga,” ujar Evandri.

 

Ia juga menyoroti kesenjangan regulasi antara kementerian yang belum terintegrasi dengan baik. “Beberapa kementerian masih menggunakan aturan lama yang sudah tidak relevan dengan kebutuhan saat ini. Ini menjadi tantangan serius dalam memperkuat perlindungan korban kekerasan seksual,” tambahnya.

 

Sementara itu, Olivia C. Salampessy, Wakil Ketua Komnas Perempuan, menyoroti tren kekerasan berbasis gender online yang terus meningkat drastis setiap tahunnya.

 

“Teknologi adalah pisau bermata dua. Di satu sisi, ia memudahkan akses informasi dan pelaporan. Namun, di sisi lain, rendahnya literasi digital membuat banyak individu rentan menjadi korban eksploitasi,” kata Olivia.

 

Ia juga menjelaskan bahwa Komnas Perempuan telah memantau implementasi UU TPKS sesuai mandat yang diberikan dalam Pasal 83 Ayat 4. Namun, sejumlah peraturan turunan yang belum rampung, seperti Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Pemerintah (PP), masih menjadi kendala dalam memperkuat sistem perlindungan korban.

 

Diskusi ini menegaskan bahwa sinergi multipihak, baik antara DPR RI, kementerian terkait, dan lembaga lainnya merupakan kunci untuk mempercepat pengesahan aturan turunan tersebut. Dukungan kebijakan yang lebih kuat diharapkan mampu membangun sistem perlindungan perempuan yang lebih sensitif terhadap korban dan responsif terhadap kasus kekerasan seksual.

 

Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dan dorongan untuk memperbaiki kebijakan, diskusi ini menegaskan bahwa kolaborasi berkelanjutan menjadi langkah penting dalam melindungi perempuan dari kekerasan seksual di Indonesia. (aha)

BERITA TERKAIT
Yan Mandenas Desak Aparat Tindak Tegas Tambang Ilegal di Papua
26-08-2025 / LAIN-LAIN
PARLEMENTARIA, Manokwari - Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra Dapil Papua, Yan Permenas Mandenas, mendesak aparat kepolisian dan TNI segera...
Pemda Tak Berdaya Hadapi Tambang Ilegal yang Dapat Bekingan
26-08-2025 / LAIN-LAIN
PARLEMENTARIA, Manokwari - Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Yan Permenas Mandenas, menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak berdaya menghadapi tambang...
Penataan Tambang Wasirawi Mampu Cegah Konflik di Papua Barat
24-08-2025 / LAIN-LAIN
PARLEMENTARIA, Manokwari - Aktivitas pertambangan ilegal di kawasan Wasirawi, Papua Barat, dinilai menjadi salah satu pemicu konflik di Papua. Anggota...
Penertiban Tambang Wasirawi Dapat Lewat Koperasi Merah Putih
24-08-2025 / LAIN-LAIN
PARLEMENTARIA, Manokwari - Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Yan Permenas Mandenas, menegaskan perlunya penataan tambang Wasirawi di Papua Barat...